Catatan Kecil : Kacaunya Pemikiran Model Bani Israel

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 03 November 2007

Kacaunya Pemikiran Model Bani Israel

Allah SWT berfirman dalam Surat Yunus/10: 90, 91, 92:

وجوزنا ...................... 90 ......................... 91 ............... لغفلون 92

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka; hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.

Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus/10: 90,91,92).

Allah Ta’ala menyebutkan cara Dia dalam menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya, karena sesungguhnya Bani Israil ketika meninggalkan Mesir bersama Nabi Musa AS dikhabarkan berjumlah 600.000 pejuang, selain kelompok pemuda-pemuda. Karena kemarahan Fir’aun terhadap mereka semakin keras, maka Fir’aun mengirim pasukan-pasukan ditambah dengan pasukan-pasukan dan serdadu-serdadu yang jumlahnya sangat banyak. Lalu mereka menyusul Musa dan pasukannya pada waktu mata hari terbit.

Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, pengikut-pengikut Musa berkata: “Sesungguhnya kita akan tersusul.” (QS 26:61). Yaitu ketika mereka telah sampai di pinggir laut, dan Fir’aun di belakang mereka, dan tidak ada waktu lagi bagi kedua pasukan itu kecuali bertempur, dan pengikut-pengikut Nabi Musa AS terus menerus melontarkan pertanyaan: “Bagaimana kami bisa lolos dari kepungan ini?” Maka Nabi Musa berkata: ”Aku disuruh untuk melewatai jalan ini.”

“Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS 26:62). Jika keadaan sudah sempit, maka ia akan menjadi luas, lalu Allah menyuruh Musa agar dia memukul laut dengan tongkatnya, maka dia segera memukulnya, lalu terbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap bagian bagaikan gunung yang besar, maka menjadilah 12 jalan, untuk tiap-tiap satu regu, dan Allah menyuruh angin untuk mengeringkan tanahnya.

“Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tak usah takut (akan tenggelam). (QS 20: 77). Dan air terbelah-belah di antara jalan-jalan itu, persis seperti jendela-jendela, agar tiap-tiap kaum dapat melihat kaum yang lainnya, supaya tidak mengira bahwa mereka binasa.

Bani Israil telah melewati lautan, dan ketika rombongan terakhir mereka telah keluar dari laut, Fir’aun dan pasukannya telah sampai di tepi laut, di seberang yang lain. Dia bersama 100.000 pasukan, belum lagi pasukan yang belum nampak, ketika dia lihat kejadian itu, dia merasa takut, ingin mundur, gemetar dan memutuskan untuk kembali.Akan tetapi usahanya itu sia-sia, dan tidak ada tempat yang aman baginya. Takdir telah ditentukan, do’a telah dikabulkan. Dan Jibril telah datang dengan menunggang kuda, kemudian dia lewat di samping kuda Fir’aun, dan meringkik kepada kuda itu, dan Jibril memasuki lautan, maka kuda di belakangnya ikut masuk juga, akhirnya Fir’aun bingung tidak bisa menguasai dirinya sendiri, kemudian berusaha menyabarkan menteri-menterinya, dan dia berkata kepada mereka: “Kita lebih berhak dengan lautan daripada Bani Israil”. Maka mereka semua memasuki lautan hingga pasukan terakhir, sedangkan Mikail menggiring mereka hingga tidak tersisa satupun dari mereka. Ketika mereka telah masuk ke dalam laut semuanya, dan yang pertama telah menginginkan untuk keluar dari laut itu, Allah Yang Maha Kuasa menyuruh lautan untuk mengacaukan mereka, maka tidak satupun dari mereka selamat. Ombak memutar balikkan mereka dan bertubi-tubi menghantam Fir’aun, akhirnya dia menemui sekarat kematian. Di saat itu Fir’aun berkata: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) (QS 10: 90). Maka dia beriman di saat iman sudah tidak bermanfaat lagi: Maka tatkala mereka melihat adzab Kami, mereka berkata, “kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami sekutukan dengan Allah. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.” (QS 40:84-85).

Maka dari itu Allah Ta’ala berfirman untuk menjawab Fir’aun: “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dulu” (QS 10:91), maksudnya apakah saat ini kamu berkata, sedangkan kamu telah bermaksiat kepada Allah sebelum ini dalam hal di antara kamu dan Dia. “Dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”, maksudnya di dunia mereka itu telah menyesatkan manusia.

Hari kematian mereka (Fir’aun dan wadyabalanya) adalah hari ‘Asyura (10 Muharram), sebagaimana yang diriwayatakan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas yang berkata: Rasulullah saw datang ke Madinah, sedangkan orang-orang Yahudi berpuasa, lalu beliau berkata: Hari apa yang kalian berpuasa ini? Maka mereka menjawab, ini adalah hari di mana Musa meraih kemenangan atas Fir’aun. Kemudian Nabi saw bersabda kepada sahabat-sahabatnya: Kamu lebih berhak dengan Musa daripada mereka, maka berpuasalah kamu semua.[1]

Ayat selanjutnya, Allah berfirman, yang artinya:

“Dan sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus/ 10:93).

Sesudah Allah mengakhiri kisah Fir’aun, maka pada ayat ini Allah menyebutkan riwayat Bani Israil, setibanya mereka pada tempat yang dijanjikan Tuhan. Allah telah menempatkan mereka di negeri yang indah yaitu negeri Palestina. Sebagaimana diterangkan pula dalam ayat yang lain firman Allah di QS Al-A’raaf/7:137.

Allah melimpahkan rezki yang baik-baik lagi bermacam-macam kepada Bani Israil. Tetapi kemudian timbul perselisihan yang besar di kalangan mereka sesudah mereka mempelajari kitab Taurat dan memperhatikan hukum-hukum-Nya. Firman Allah:

Artinya: Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian yang ada di antara mereka.” (QS Ali Imran/ 3:19).

Mereka tidak segan memutar balikkan pengertian ayat dari arti yang sebenarnya. Firman Allah:

Artinya: “Yaitu rang-orang Yahudi, mereka merobah perkataan dari tempatnya.” (QS An-Nisaa’/ 4:46)..

Mereka itu, akibat kekeliruan berpikir dan menurutkan hawa nafsu, mengutamakan kekafiran daripada keimanan, mendahulukan kejahatan daripada kebaikan.[2]

Mengacak-acak agama lewat lembaga resmi

Kedhaliman Fir’aun sudah berlalu. Bani Israil tidak menghadapi tekanan lagi. Namun justru mereka mengacak-acak agama dengan memutar balikkan ayat-ayat Allah semau-mau mereka. Agama yang merupakan petunjuk diubah menjadi jalan kesesatan. Hingga terjadi perselisihan-perselisihan hebat.

Kejadian yang dialami oleh Bani Israil itu tampaknya kini justru di Indonesia diprogramkan. Diselenggarakanlah pembelajaran 300-an dosen IAIN, sejak 1975 zaman Menteri Agama Mukti Ali sampai kini tahun 2000, yang dinamakan studi Islam ke luar negeri, namun bukan kepada ahlinya, dan bukan kepada ulama shalih yang bermanhaj (metode) shahih/ benar. Tetapi belajar ke negeri kafir (harbi/ musuh) atas nama belajar Islam. Kemudian mereka pulang dengan mengantongi gelar doktor dan mengajar di perguruan-perguruan tinggi Islam dan duduk di lembaga-lembaga strategis. Juga mereka itu berbicara di seminar-seminar, menulis buku, artikel, dan aneka karangan. Tidak jarang mereka mewarisi watak-watak atau sifat-sifat Yahudi yang dijelaskan dalam Al-Qur’an yaitu yuharrifuunal kalima ‘an mawaadhi’ih, merobah perkataan (Allah) dari tempatnya. Akibatnya, masyarakat jadi kacau balau pemahamannya.

Apa yang terjadi kemudian? Ternyata program Yahudi itu sangat mengacaukan. Masyarakat awam yang memang kurang tahu tentang Islam menjadi bingung atau membebek saja kepada para perobah makna kalimah Allah itu karena ummat silau terhadap titel dan kepangkatan mereka. Sedang para intelektualnya pun karena rata-rata awam agama maka mereka juga hanya menjadi pembebek dari intelektual Muslim yang tadinya menyusu kepada kafirin harbiyin itu. Sementara itu generasi mahasiswa baik S1, S2, maupun S3 terpaksa dicocok hidungnya untuk mengikuti program-program studi yang mereka canangkan. Maka kaburlah semuanya, paling tidak, Islam di Indonesia ini telah kabur dari segi manhajnya.

Kalau tidak percaya, bisa kita buktikan ketika mereka berbicara di seminar-seminar, menulis di media-media massa, dan buku-buku karangan mereka. Ketika penulis menjadi salah satu pengoreksi naskah-naskah lomba khutbah tingkat nasional yang diadakan oleh lembaga Islam di Jakarta dan Surabaya tahun 1421H, ternyata tulisan-tulisan dari sarjana-sarjana keluaran IAIN (Institut Agama Islam Negeri) baik doktornya maupun S1 nya rata-rata bisa diambil kesimpulan manhajnya tidak jelas. Padahal dalam Islam, setiap ilmu itu manhajnya jelas, dan apabila ada perbedaan pendapat maka bisa dilacak mana yang paling rojih/ kuat. Atau kalau ada yang sama-sama kuat argumentasinya maka bisa diketahui pula bahwa itu dua-duanya kuat hujjahnya. Namun tampaknya kini telah dibangun manhaj (metode) amburadul dan tidak jelas oleh orang-orang yang tadinya menyusu ke kafirin harbiyin. Sehingga, jangan heran kalau mereka melontarkan kata-kata dalam membela pendapat yang nyeleneh cukup dengan ungkapan: “Ini dikatakan tidak sesuai, itu menurut tafsiran siapa?”

Seolah-olah mereka mengatakan, Al-Qur’an itu boleh saja ditafsirkan menurut siapa saja. Itulah bukti keamburadulannya. Jadi kekacauan dan keterpecah belahan Bani Israil yang sudah nyata terjadi itu justru kini dikembang biakkan. Disemaikan untuk ditumbuh suburkan. Agar Islam runtuh seruntuh-runtuhnya, dan ummatnya tercerai berai sejadi-jadinya. Maka sebelum terlambat, mesti diadakan perombakan sistem pendidikan Islam di Indonesia ini, diganti dengan manhaj yang Islami, sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah Islamiyah. Bukan seperti sekarang yang menuju kepada Yahudinisasi alias pecah belah tak keruan, menuju kepada kesesatan. Masih tidak percaya? Mana ada di dunia ini selain Indonesia, orang yang termasuk anggota Dewan Fatwa majelis Ulama, yaitu Masdar F Mas’udi (alumni IAIN), yang memfatwakan agar waktu haji itu diperlebar tidak hanya seperti yang telah dicontohkan Nabi SAW. Mana ada selain di Indonesia, perempuan yang mengaku dirinya Imam Mahdi, yaitu Lia Aminuddin, yang malahan diundang ke lingkungan IAIN Jakarta untuk berbicara mendukung faham reinkarnasi yang ditulis dalam buku Anand Krishna dan diamini pula oleh beberapa doktor di IAIN Jakarta dan Yayasan Paramadina bahwa reinkarnasi itu benar. Dan masih banyak kejadian aneh lainnya, di samping faham-faham dan aliran sesat yang justru mereka dukung dengan aneka cara.

Memerangi orang murtad dengan sebutan perang riddah telah dicontohkan secara nyata oleh Khalifah Abu Bakar. Maka memerangi pemurtadan --yang dilancarkan dengan penyesatan-penyesatan yang kini justru diprogramkan secara sistematis itu-- mesti dilaksanakan pula. Agar ummat Islam tidak disesatkan dan dimurtadkan oleh pikiran-pikiran aneh mereka.



--------------------------------------------------------------------------------

[1] Demikianlah kisah tenggelamnya Fir’aun yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, dan uraian tersebut menurut tafsir Ibnu Katsir.

[2] (Lihat Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, juz 11, hal 444).

Tidak ada komentar: