Catatan Kecil : November 2007

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 10 November 2007

Saudi Resmi Larang Penggunaan Ringtone Al-Quran

Jumat, 09 November 2007

Pusat Kajian Fiqh Islam yang berpusat di Arab Saudi akhirnya memberlakukan fatwa pelarangan penggunaan ayat Al-Quran untuk nada panggil alias ringtonse

ImageHidayatullah.com--Al Mujamma’ Fiqh Al Islami (Pusat Kajian Fiqh Islam), yang menginduk kepada Rabithah ‘Alam Islami yang berpusat di Saudi akhirnya memfatwakan larangan penggunaan ayat Al-Quran untuk nada panggil. Alasannya, perbuatan itu secara tidak langsung merendahkan Al-Quran serta memutuskan bacaannya. Apalagi, terkadang juga bacaan nada panggil itu bisa berbunyi di mana saja, termasuk di tempat-tempat yang tidak layak Al-Quran dibacakan.

Fatwa itu dikeluarkan pada hari Rabu (7/11) kemarin, di saat Al Mujamma’ mengakhiri muktamar ke 19 nya di Mekah. Penggunaan ringtone Al-Quran termasuk tergolong perbuatan yang merendahkan Al-Quran. Atas dasar itulah mereka mengeluarkan fatwa haram.

Ada pun merekam Al-Quran di hand phone dengan bertujuan agar yang bersangkutan bisa mendengarkan tilawah Al-Quran, itu tidak dipermasalahkan, bahkan dianjurkan, karena hal itu termasuk wasilah untuk belajar.

Tidak hanya itu, Mujamma’ juga mengeluarkan fatwa atas bolehnya menjual hiasan-hiasan kaligrafi, dengan beberapa syarat, antara lain yang bersangkutan bisa menjaga benda-benda itu dari perbuatan-perbuatan yang merendahkannya, serta bahan-bahan yang digunakan bukan benda-benda yang najis.

Mujamma’ juga memperingatkan agar ayat-ayat Al-Quran ditulis dengan jelas, tanpa memotong huruf atau memasukkan kalimat satu dengan kalimat yang lain, sehingga tulisan kaligrafi itu sulit untuk dibaca.

Sebagaimana dilarang juga membentuk tulisan ayat-ayat Al-Quran menyerupai makhluk hidup, seperti manusia, burung atau yang lain. Juga dilarang menggunakan tulisan-tulisan itu untuk hal-hal yang bisa merendahkan nilai ayat-ayat itu, seperti menggunakannya sebagai salah satu alat promosi dalam kegiatan jual beli. [alby/thoriq/www.hidayatullah.com]

Sabtu, 03 November 2007

Perayaan Hallowwen, keramat??

Dari Abi Sa’id radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Kalian benar-benar akan meniru sunnah (jalan/tata cara) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai-sampai sekiranya mereka memasuki lubang biawak kalian pun juga turut mengikutinya.” Kami (para sahabat) bertanya : ”Apakah Yahudi dan Nasrani?” Rasulullah menjawab : ”siapa lagi?” [HR Bukhari, Bab Ma Dzakaro ’an Bani Isra’il 11/272]


Sungguh, apa yang telah disampaikan Nabi yang mulia ini benar-benar telah terjadi di zaman ini, segala apa yang dilakukan oleh kaum kuffar terutama Yahudi dan Nasrani, dengan begitu mudahnya diikuti oleh kaum muslimin. Tatkala kaum kuffar merayakan natal (peringatan kelahiran) ’tuhan’ atau orang suci mereka, maka kaum muslimin pun turut merayakan hal yang sama, walaupun kata natal diubah menjadi bahasa Arab, maulid. Ketika kaum kuffar merayakan birthday (peringatan ulang tahun), maka kaum muslimin berbondong-bondong turut merayakan hal yang sama. Ketika kaum kuffar terbakar euforia perayaan tahun baru masehi, maka kaum muslimin tidak mau kalah, mereka juga turut merayakan tahun baru masehi sekaligus tahun baru hijriah. Belum lagi perayaan-perayaan jahiliyah lainnya, seperti valentine, april mop, mother’s day, dan lain lain…

Menjelang akhir bulan Oktober ini, masyarakat Barat Eropa tampak sibuk memakai kostum aneh dan freak, mereka berkostum dengan pakaian menakutkan ala setan-setan ala imajinasi dan mitos mereka. Buah labu pun dipotong dan diukir dengan wajah mengerikan kemudian diberi lilin atau lampu di dalamnya, dan dipajang di rumah-rumah [i.e Jack-O-Lantern]. Anak-anak berkeliaran dengan kostum anehnya pada malam hari, berkunjung dari satu rumah ke rumah lainnya sembari berteriak ”Trick or Treat!”, untuk mendapatkan permen dan gula-gula. Rumah-rumah, halaman, lapangan, mall-mall, plaza, tempat perbelanjaan dan tempat umum lainnya, sibuk menyambut perayaan aneh ini dengan dekorasi-dekorasi aneh. Ya, perayaan ini adalah perayaan Halloween.

Ironinya, hal ini turut menyebar pula di kalangan kaum muslimin. Para pemuda Islam turut meramaikan syiar kaum kuffar yang jahiliyah ini, hanya untuk dikatakan tidak ketinggalan zaman ataupun takut disebut remaja ”jadul” tidak gaul. Menurut mereka, ini hanyalah perayaan belaka, tidak ada sangkut pautnya dengan agama dan keyakinan… Namun, benarkah klaim mereka ini?!! Padahal, apabila mereka mau berfikir kritis dan tidak bersikap latah alias membebek begitu saja dengan budaya atau pemikiran asing, niscaya mereka dapat melihat dengan jelas bahwa Halloween ini bukanlah perayaan biasa tanpa ada tendensi keyakinan apa-apa. Karena, segala bentuk perayaan dan peringatan, pastilah berangkat dari tendensi suatu keyakinan atau ideologi tertentu…

Halloween sendiri menurut akar kata, berasal dari bahasa Inggris ”Hallow” yang artinya keramat atau suci. Upacara Haloween ini, sebenarnya berasal beberapa abad sebelum Kristiani. Kaum paganis bangsa Inggris dan Irlandia kuno, meyakini bahwa pada malam 31 Oktober, Tuhan memainkan tipu muslihat terhadap para penyembahnya yang tidak abadi (mortal), dengan membawa bahaya, ketakutan dan supernatural. Mereka juga meyakini bahwa, ruh (souls) orang-orang yang telah meninggal dibiarkan berkeliaran bebas dan dapat mengunjungi kembali rumah-rumah mereka, serta serombongan besar arwah jahat bergentayangan menejelajahi bumi.

Intinya, mereka (kaum paganis Inggris dan Irlandia Kuno) meyakini bahwa malam 31 Oktober adalah malam yang mencekam dan mengerikan, yang dipenuhi oleh arwah bergentayangan, hantu, penyihir, hobgoblin (hantu yang berpostur pendek), black cats (kucing hitam, sebagai simbol penyihir), para peri jahat dan iblis. Untuk menangkal kejahatan malam tersebut dan mencegah kemarahan para dewa (’tuhan’), mereka mengorbankan dan memberikan ’sesajen’ serta menyalakan api unggun yang besar di puncak bukit untuk menakuti dan menjauhkan arwah jahat.

Setelah kaum paganis Romawi menaklukkan Inggris, mereka menambahkan beberapa mitos pada tanggal 31 Oktober ini berupa festival panen buah-buahan, dalam rangka menghormati dan memuliakan Pomona, dewi buah-buahan. Beberapa tahun kemudian, gereja Kristian Barat pertama, merayakan peringatan hari ”All-Saints” atau ”All-Hallows” pada siang hari 31 Oktober, dan pada malamnya mereka merayakan ”Hallows-Eve” (Malam Suci/Keramat) atau ”Halloween”. Mereka tetap mengadopsi beberapa warisan pagan (berhalais) dengan tetap meyakini bahwa pada malam tersebut, orang-orang mati berjalan diantara mereka dan para penyihir serta warlock terbang berseliweran di tengah-tengah mereka, dan api unggun tetap dinyalakan untuk menjauhkan para arwah jahat dari mereka.

Secara perlahan-lahan, Halloween pun berubah menjadi bagian peribadatan dan kebiasaan keluarga. Pada abad ke-19, ritual kebiasaan ini mulai berkembang, dan seloroh tentang penyihir pun dirubah dan diganti dengan tricks (permainan) dan games yang dimainkan oleh anak-anak dan remaja. Halloween masih tetap menyimpan akar paganis berhalais, rumah dan halaman masih dipenuhi oleh dekorasi gambar-gambar menyeramkan dan menakutkan pada malam Halloween. Anak-anak mewarnai wajah mereka dan memakai kostum aneh, lalu berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lain, sembari berteriak ”TRICK-OR-TREAT!!!”. Ritual menyediakan ’sesajen’ makan dan minum bagi para arwah digantikan dengan memberikan permen dan gula-gula kepada anak-anak berkostum, dan api unggun untuk mengusir roh jahat dirubah dengan ”Jack-O-Lantern”, yaitu sebuah labu yang tengahnya berlubang dan diukir dengan wajah menyeramkan serta diberi lilin di dalamnya.

Secara prinsip, Halloween sebenarnya berangkat dari ritual kuno yang melibatkan keyakinan terhadap arwah orang mati dan penyembahan kepada setan. Halloween, menurut mereka adalah hari keramat, dimana pada saat itu setan, iblis, penyihir dan segala bentuk makhluk supranatural berkeliaran bebas. Sehingga untuk mengusir arwah ini, diperlukan ritual-ritual khusus. Hal ini tentu saja di dalam Islam adalah terlarang dan haram hukumnya.Ingatlah, Alloh Ta’ala berfirman :

مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ

“Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS al-Baqoroh : 105)

Ia Subhanahu juga berkata :

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ

“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (QS al-Baqoroh : 109)

Maka kaum muslimin, tetaplah anda di dalam syariat Alloh yang lurus ini dan janganlah berpaling

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آَثِمًا أَوْ كَفُورًا

“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.”
فَلَا تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ

“Dan janganlah pula kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).”

Dan telah terang bagi anda bahwa orang kafir Yahudi dan Nasrani adalah orang-orang yang mendustakan agama Alloh, lantas untuk apa diikuti?!! Tanya kenapa!!

Fenomena al-Qiyadah al-Islamiah sebagai neo Khawarij

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Qs. 5 al-Maaidah ayat 3)

Ayat diatas merupakan suatu dalil naqly yang bersifat pasti tentang kesempurnaan ajaran Islam yang sudah diturunkan kepada manusia melalui Rasulullah Muhammad SAW. Dengan adanya pernyataan tersebut maka segala bentuk perbuatan, lebih-lebih yang berorientasikan kepada peribadahan vertikal kepada Allah haruslah sesuai dengan apa yang sudah ditentukan didalam kitab suci al-Qur'an itu sendiri.

Tidak ada lagi penyempurnaan-penyempurnaan yang harus dilakukan terhadap agama ini oleh siapapun dan dimasa kapanpun juga setelah hari dimana ayat tersebut diatas turun. Tidak ada kecacatan maupun kekurangan dari Islam yang dibawa oleh Muhammad sehingga memerlukan tangan-tangan diluarnya untuk menutupi kelemahan tersebut sehingga dapat membenarkan berbagai klaim kerasulan atau kenabian sesudahnya yang dilontarkan oleh banyak manusia diluar beliau SAW. Praktis karena itupula maka apa yang dinyatakan dalam surah al-Ahzaab ayat 40 tentang pernyataan Muhammad selaku Khotamannabiyyin telah terpenuhi dengan sendirinya.


Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-lakipun diantara kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. 33 al-Ahzaab ayat 40)


Fase-fase kegelapan telah hilang dengan diutusnya Muhammad serta penyempurnaan ajaran yang dibawa olehnya.


Katakanlah : "Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak akan terulangi". (Qs. 34 Sabaa' ayat 49)

Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap." Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Qs. 17 al-Israa ayat 81)


Kebenaran adalah sesuatu yang sifatnya pasti dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan meski sedikitpun sebagaimana kebenaran tersebut dinyatakan sendiri terhadap wahyu al-Qur'an.


Yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Qs. 41 Fushishilat ayat 42)


Dengan demikian, bila ada yang dengan angkuhnya berkata bahwa dia adalah seorang utusan Tuhan yang diperintahkan untuk memurnikan ajaran Islam melalui pembatalan sejumlah hukum-hukum yang sudah ditetapkan oleh al-Qur'an melalui Muhammad Rasul Allah, tentu pernyataan yang seperti itu adalah pernyataan yang batil adanya.

Hari-hari terakhir ini semakin marak saja bermunculan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan kebenaran agama ditengah masyarakat. Bermacam-macam pola dan pemahaman yang mereka ajukan, ada yang mengekor pada gerakan-gerakan pendahulunya dan ada pula yang bersifat baru dengan mengambil baju penyatuan agama (seperti konsep Baha'i) atau liberalisme.

Pada umumnya gerakan-gerakan itu terbagi atas Mahdiyah (konsep mengenai Imam Mahdi atau Ratu Adil), Messianisme (Ratu adil dengan meminjam nama Isa al-Masih), ada pula percampuran antara Mahdiyah dan Messianisme (misalnya gerakan Ahmadiyah dan Salamullah alias Lia Eden), ada yang bersifat Prophetic (paham kenabian baru misalnya al-Qiyadah al-Islamiah alias kelompok al-Qur'an suci, gerakan Ahmadiyah Qadiyan dan sebagainya).

Isu-isu yang dilontarkan lebih banyak kepada ketimpangan sosial yang dihadapi oleh masyarakat pada setiap masanya sehingga membuat sekelompok orang beragama merasa kecewa terhadap agamanya sendiri atau lebih tepatnya lagi kepada sistem keberagamaan yang dianut serta digembar-gemborkan pada komunitas mereka.; Agama yang selama ini oleh mereka diyakini sebagai jalan keluar dari semua permasalahan dan agama yang selama ini mereka yakini mampu mendidik manusia kepada moralitas yang baik, pada praktek dilapangan justru menimbulkan kemudharatan yang dibuktikan dengan semakin menjadi-jadinya kerusakan akhlak, pertumpahan darah, penghancuran alam semesta dan lain sebagainya.

Terkadang tidak bisa disalahkan timbulnya gerakan-gerakan tersebut pada dasarnya berawal dari kebekuan (stagnanisasi) serta adanya polarisasi dalam umat Islam sendiri didalam memahami dan mengaktualkan ajaran agamanya terlebih dalam pemahaman al-Qur'annya. Jadi istilahnya gerakan ini merupakan gerakan pemberontakan.

Muhammad SAW tidak bisa disalahkan atas semua penyimpangan yang ada terhadap ajaran yang beliau bawa sama seperti Isa al-Masihpun tidak bisa dikambing hitamkan sebagai pembuat keonaran hanya karena umat sepeninggal beliau melakukan intervensi maupun distorsi terhadap risalah-risalah ilahiah yang sudah disampaikan.


Adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (Qs. 5 al-Ma'idah ayat 117)


Apabila kita mundur kebelakang, maka dimasa awal Islam, perpecahan itu sendiri sudah ada sejak generasi pertama (awwalun) yang konon disebut-sebut sebagai generasi terbaik, dimulai dari timbulnya gerakan Syi'ah yang merupakan pemberontakan terhadap sikap sejumlah sahabat dalam suksesi kepemimpinan dihari wafatnya Rasulullah SAW yang dianggap sebagai bentuk penzaliman terhadap hak-hak Imamiah atau kekhalifahan para Ahli Bait Nabi dibawah kepemimpinan Ali bin Abu Thalib dan keturunannya.

Memang gerakan tersebut berhasil diredam sendiri oleh Ali bin Abu Thalib dan kedua puteranya Hasan dan Husien (dua cucunda tercinta Nabi Muhammad SAW), tetapi tidak bisa dipungkiri perselisihan yang sudah mulai terbentuk antara kubu pencinta Ahli Bait dengan kubu rezim Abu Bakar, Umar dan Usman ini adalah awal dari keberuntunan perselisihan sesudahnya.

Ketika perang antara Imam Ali sebagai khalifah umat Islam yang syah melawan pemberontakan Muawiyah bin Abu Sofyan dengan hasil akhir tahkim (perdamaian), timbullah gerakan Khawarij yang tidak puas dengan sikap sang Imam sehingga kelak pada satu subuh disuatu bulan Ramadhan, gerakan Khawarij ini berhasil membunuh Imam Ali bin Abu Thalib.

Pasca terbunuhnya suami dari puteri Rasulullah ini, maka perpecahan didalam Islam tidak lagi bisa dibendung, perpecahan yang semuanya berawal dari rasa ketidakpuasan antara satu pihak dengan pihak yang lain, pemberontakan yang muncul dari tidak terlindunginya hak-hak yang lemah dari yang kuat atau berkuasa.

Perjalanan panjang catatan perselisihan ditubuh internal Islam kemudian menurunkan berbagai macam madzhab, aliran atau sekte yang masing-masing mengklaim sebagai kebenaran. Manakala orang sudah mulai sibuk dengan sunnah, maka muncul gerakan ingkar sunnah, manakala orang berada dibawah tekanan-tekanan psikologis dan rezim yang kejam maka timbullah harapan-harapan akan kehadiran seorang pembebas, seorang ratu adil, seorang Messias, seorang Mahdi yang akan bangkit melawan semua kezaliman terhadap mereka. Akan tetapi bila kemudian disebut-sebut bahwa Islamnya yang memiliki kecacatan, jelas pernyataan tersebut masih sangat layak untuk ditinjau kembali otoritasnya.; Islam tidak salah, tetapi yang mengamalkan Islam itulah yang salah.

Karenanya tidak semua gerakan ala pemberontakan inipun secara otomatis bisa dijustifikasi secara general sebagai suatu hal yang menyimpang, meski memang tidak sedikit juga yang sangat tidak bisa dibenarkan.; Misalnya gerakan yang bisa dikatakan tidak menyimpang adalah gerakan aktualisasi model Muhammadiyah, Persis, atau juga al-Manarnya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Dimana gerakan-gerakan tersebut merupakan suatu aksi yang menuntut masyarakat Islam kembali kepada ajaran al-Qur'an yang telah dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW dan mengamalkan apa yang terdapat didalamnya secara konsekwen.

Namun manakala sebuah gerakan mengajarkan batalnya risalah sholat, batalnya risalah puasa, batalnya kepenutupan kenabian Muhammad dan lain sebagainya yang menyerupainya, maka inilah gerakan yang disebut sebagai penyimpangan.

Sejak Islam dinyatakan sempurna, maka tidak ada pembatalan dalam syariat-syariatnya dalam kondisi serta situasi seperti apapun sesudahnya sebab jika tidak demikian maka pernyataan penyempurnaan yang terkandung tersebut akan kehilangan substansinya.

Orang boleh-boleh saja mengatakan jaman sekarang adalah jaman jahiliyah atau lebih buruk daripada itu, tetapi akan sangat salah besar apabila menyebut dijaman yang berlaku sekarang ini sebagai jamannya Makkiyah dimana semua syariat agama berhenti untuk diamalkan.

Sesungguhnya kebaikan dan keburukan akan selalu ada sepanjang masa dan sepanjang kehidupan manusia itu sendiri, menjadi sebuah anekdot saja bila kita bermimpi untuk menghapuskan seluruh keburukan dimuka bumi ini, ibarat punuk merindukan bulan.


Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketaqwaan (Qs. 91 Asy-Syams ayat 8)


Dari ayat tersebut maka harusnya kita sadar bahwa kehidupan itu sendiri identik dengan buruk dan baik, benar dan salah, gelap dan terang, hitam dan putih.; Manakala kita bermimpi untuk membuat segalanya menjadi putih, membuat segalanya menjadi benar, membuat segalanya menjadi baik maka saat itu kita sudah merubah sistem berpikir kita kepada suatu fatamorgana dimata al-Qur'an, kita sudah hendak memusnahkan nilai-nilai kehidupan yang ditentukan oleh ALLAH itu sendiri, kita sudah hendak merombak system atau sunnatullah yang diberlakukan sejak dari awal penjadian alam semesta.

Masih ingat bagaimana dahulu para Malaikat sempat bertanya kepada ALLAH tentang penciptaan manusia sebagai khalifah ?


Ingatlah, saat Tuhanmu berkata kepada para malaikat : ‘Aku bermaksud untuk menjadikan seorang khalifah dibumi !’ ; Mereka bertanya : ‘Kenapa Engkau hendak menjadikan dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan didalamnya dan menumpahkan darah ? ; Padahal kami selalu bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ? ; Dia menjawab : ‘Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa saja yang tidak kamu ketahui.’ (Qs. 2 al-Baqarah : 30)


Saat Allah menyebutkan bahwa Dia hendak menjadikan manusia sebagai Khalifah dibumi, maka malaikat menangkap kesan bahwa keburukan akan mewarnai dunia, namun ALLAH memiliki rencana-Nya sendiri dibalik semua itu, kalimat-kalimat dalam ayat ini juga mengindikasikan kuat bahwa Allah memang tidak menjadikan manusia identik dengan malaikat yang selalu berada dalam fitrah kebaikan, atau dengan kata lain, fitrah manusia itu adalah Ya dan Tidak, Baik dan Buruk, Benar dan Salah.

Semua itu merupakan identitas atau jati diri seorang manusia yang tidak akan terbantahkan maupun teringkari sampai kapanpun dan oleh siapapun, tinggal lagi sejauh mana sang manusia tersebut mengendalikan keburukan, kesalahan atau sifat-sifat negatif didalam dirinya dengan mendominasinya dengan perbuatan baik, dengan kebenaran atau pensucian jiwanya.


Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (Qs. 87 al-A'laa ayat 14)


Lalu apa tugas manusia yang ditugaskan menjadi Khalifah ?


Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (Qs. 2 al-Baqarah :29)

Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya (Qs. 11 Huud : 61)


Jadi, manusia ini memiliki tugas untuk memberdayakan semua potensi alam yang ada sehingga terciptalah kemakmuran dan keseimbangan dibumi yang manfaatnya bisa membawa kebaikan untuk semua makhluk Allah yang hidup dan tinggal didalamnya, dan karena ini juga kenapa Islam disebut Rahmatan Lil 'Aalamin.

Keberadaan manusia bukan sekedar untuk disuruh sholat, berpuasa atau ritual berhaji semata ... Islam adalah ajaran yang realistis, menyadari potensi kefitrahan yang ada pada diri manusia dan bukan malah untuk membelenggunya.


Perhatikan :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu untuk negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di duniawi serta berbuat baiklah seperti Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dibumi.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. - Qs. 28 al-Qashash : 77


Saya sering membuat perumpamaan ini dengan kehidupan sehari-hari ...
Bahwa kita semuanya adalah karyawan-karyawan Allah yang bekerja sesuai dengan apa yang sudah Dia tetapkan dalam perusahaan maha besar-Nya ini.

Pertama sebelum memulai bekerja, kita sudah terlebih dahulu menandatangani nota kesepahaman bersama :


Dan saat Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang-tulang belakang mereka, dan Dia jadikan mereka saksi atas Nafs (anfus) mereka : 'Bukankah Aku Tuhan kamu ?' ; Mereka berkata : 'Betul ! kami menyaksikan.' ; Hal ini agar kamu tidak dapat berkata dihari kiamat : 'Sungguh kami lalai dari perjanjian ini'. (Qs. 7 al-A'raf : 172)


Selanjutnya, mulailah proses kerja kita dari nol, lahirlah kita ... dari tidak bisa apa-apa, tidak kenal siapapun secara lambat laun dengan adanya pembelajaran dan proses waktu, kita semakin bisa berinteraksi dengan orang lain, semakin bisa mengeksploitasi kemampuan diri untuk menjadi pekerja seperti para pekerja lainnya hingga kitapun akhirnya bisa bersaing dalam menunjukkan prestasi kerja yang terbaik.

Sebagai pekerja, kita terikat dengan berbagai aturan yang ditetapkan oleh sang pengusaha dimana kita bekerja, mulai dari yang sifatnya disiplin waktu, efektifitas sampai kepada produktifitas. Dan itulah kita, terlahir kedunia untuk kemudian menjadi dewasa dan mengerti .... terikat dengan semua aturan yang sudah dibuat oleh Allah sebagai owner dari perusahaan alam semesta mulai dari hal yang paling sepele sampai kepada aturan yang paling kompleks.

Seorang pekerja berkaitan dengan disiplin waktu misalnya, dia harus masuk jam 08.00 tepat dan pulang jam 17:00, sementara pukul 12:00 siang sampai pukul 13:00 para pekerja boleh beristirahat dan diatas pukul 17:00 diperbolehkan pulang kerja, peraturan itu harus ditaati oleh semua karyawan demi adanya keteraturan pekerjaan yang harmonis kecuali tentunya oleh karyawan-karyawan yang memang memiliki shift kerja berbeda, dan ada waktu-waktu lebih yang bisa kita pergunakan sebagai bentuk loyalitas kepada perusahaan dan adapula waktu lembur..

Saat bekerja, kitapun di-ikat dengan peraturan lain misalnya karyawan bagian produksi harus menggunakan seragam kerja tertentu, tidak boleh merokok dilingkungan mesin, tidak boleh bermain games komputer, tidak boleh rambut panjang untuk pria, tidak boleh berkelahi atau mengumbar kekerasan, ancaman dan sebagainya dan seterusnya, masing-masing pekerja harus bisa bekerja sama satu dengan yang lain, saling ingat-mengingatkan apabila rekannya berbuat kesalahan namun setiap karyawanpun harus bertanggung jawab secara pribadi atas pekerjaan dan tugas yang diwajibkan kepadanya dan sejumlah aturan lainnya.

Manakala ada peraturan-peraturan perusahaan yang dilanggar, maka konsekwensinya kita harus menerima sanksi yang sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang sudah kita langgar ... semakin besar tingkat kesalahan yang kita lakukan maka semakin besar pula resiko yang harus kita terima ...

Demikianlah ajaran Islam secara realitanya, bahwa hidup kita terikat dengan semua peraturan yang sudah diperlakukan atau diundang-undangkan oleh-Nya sebagaimana bisa didapatkan dalam al-Qur'an, bahwa sebagai individu kita memiliki kewajiban mendirikan sholat, memunaikan dzakat, berpuasa, berhaji, menutup aurat, mencari rezeki, mencari ilmu dan seterusnya.

Bila kita melakukan perbuatan-perbuatan standar tadi maka kita akan mendapatkan apa yang disebut sebagai pahala, dalam dunia kerja kita mendapatkan upah atau gaji, ya kita adalah karyawannya Allah, saat kita bekerja sesuai dengan standar yang Dia tetapkan maka Dia-pun akan memberikan upah kepada kita, dan upah itu ada yang sifatnya langsung didunia ini adapula yang sifatnya tidak langsung atau dirapel diakhirat kelak.

Upah dari Allah didunia ini bermacam-macam bentuknya, ada berupa lancarnya rezeki, jodoh, pekerjaan maupun kemudahan usaha, sebagaimana firman-Nya :


Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya dan Dia telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs. 65 at-Thalaaq :3)


Adapun upah diakhirat, maka bisa jadi itu berupa keampunan atau syafaat Allah bagi kita atas apa yang sudah kita perbuat selama hidup didunia :


Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. (Qs. al-Baqarah 2:175)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga kepada mereka. (Qs. 9: at-Taubah 111)


Kita harus tahu, bahwa sesungguhnya Allah sudah memberikan aturan dasar dan aturan rumah tangga dalam berproses dikehidupan ini dimana aturan-aturan tersebut disatu sisi mengikat diri kita selaku individu dan disisi yang lain mengikat diri kita dan juga orang lain dalam sebuah kelompok atau persaudaraan Islamiah.

Sebagai individu, kita diberikan kewajiban-kewajiban untuk menjalani semua yang sudah Dia perintahkan, misalnya kewajiban mendirikan sholat dan berbuat kebajikan, itu mutlak dalam kondisi bagaimanapun dan lingkungan seperti apapun, bila ada orang yang berkata sholat tidak mutlak karena lingkungan kita tidak kondusif atau tidak menjalankan perintah Allah secara kaffah, maka saya katakan dengan tegas bahwa orang itu sudah keblinger otaknya ! Siapapun dia !

Kenapa saya bilang demikian ?

Firman Allah :

Dirikanlah sholat, sungguh ini merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman (Qs. 4 an-nisaa’ :103- 104)


Perintah mendirikan Sholat adalah salah satu perintah yang berkaitan dengan kedisiplinan pendayagunaan waktu dan memiliki dekadensi juga dengan pembangunan moralitas kepribadian, ada waktu-waktu tertentu disiapkan kepada kita untuk memberikan laporan kepada Allah dalam satu harinya maka itu harus tetap dilakukan bagaimana juga situasi dan kondisi yang ada pada diri kita, bahkan dalam keadaan sakitpun ada aturan mainnya sebagai sebuah bentuk penegasan kewajiban mutlak yang tidak bisa dilanggar.

Dari ‘Ali, r.a, katanya : bersabda Nabi Saw : ‘ Sholatlah orang yang sakit dengan berdiri jika ia bisa ; bila tidak mampu maka sholatlah dengan duduk ; jika tidak mampu untuk sujud, isyaratkan saja dengan kepala ; dan dijadikannya sujudnya itu lebih rendah dari ruku’nya ; jika tidak mampu sholat duduk, maka sholatlah sambil berbaring kekanan serta menghadap kiblat; jika tidak mampu juga maka sholatlah dengan menelentang ; sedang kedua kakinya membujur kearah kiblat’ - Hadis Riwayat Daruquthni

Nabi Saw datang kerumah zainab (salah seorang puteri beliau)
Kebetulan disitu ada tali terbentang antara dua tonggak; Nabi bertanya : tali apa ini ? Orang banyak menjawab : tali untuk zainab apabila ia letih mengerjakan sholat berpeganglah ia ditali itu ; sabda Nabi : Tidak boleh, bukalah ! Hendaklah kamu mengerjakan sholat menurut kesanggupannya ; apabila telah letih, duduklah - Hadis Riwayat Bukhari

Sebagai manusia yang hidup dalam kelompok manusia-manusia lainnya, maka kitapun diwajibkan untuk menyerukan pesan-pesan ilahiah berupa kebenaran didalam komunitas kita berada.


Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Qs. 3: ali Imran 104)


Barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Dan bila dia tidak sanggup, hendaklah dia mengubahnya dengan lisannya. Dan bila dia tidak sanggup maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. - Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudri

Akan tetapi, ingat, setiap orang memiliki tanggung jawabnya masing-masing terhadap Allah, kita tidak diminta pertanggung jawaban terhadap lingkungan kita selama kita sudah berusaha untuk melakukan perbaikan ataupun menyerukan agar diterapkannya peraturan Allah didalamnya, terlepas apakah lingkungan kita itu menerima atau menolaknya.


Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka.Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (Qs. 42 Asy-Syuura : 48)

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Qs. al-Baqarah 2:272)

Katakanlah:"Kamu tidak akan ditanya tentang apa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya tentang apa yang kamu perbuat". (Qs. 34 Sabaa' :25)

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebajikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipat gandakan dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (Qs. an-Nisa' 4:40)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak mereka bersedih hati. (Qs. al-Baqarah 2:277)

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menginginkan kesukaran bagimu (Qs. 2 al-Baqarah : 185)


Adanya gerakan baru ditengah umat Islam Indonesia yang mempolitisir ayat-ayat al-Qur'an sedemikian rupa sehingga dengan alasan bahwa negara kita masih berhukum dengan hukum Taghut (non-ilahiah) maka tidak ada kewajiban atas diri kita untuk melakukan sholat atau ibadah wajib lainnya sebab menurut mereka apa yang kita lakukan itu hanya sia-sia.

Ingatkan pesan saya ini kepada semua orang Muslim yang anda kenal, waspadai doktrin menyesatkan ini, bahkan saya memandang doktrin golongan ini jauh lebih berbahaya daripada doktrin kaum anti hadis ... ini sama parahnya dengan misi Kristenisasi !

Sekali lagi, gunakan akal sehat untuk memikirkan ayat-ayat Allah ... doktrin semacam itu JELAS bertentangan dengan isi kitab suci al-Qur'an.


Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka itu juga untuk dirimu sendiri -Qs. 17 al-israa’ : 7


Golongan ini menganggap kita ini berada dalam tatanan Mekkah yang menyembah berhala, berhukum tidak dengan hukum yang diturunkan Allah ... karenanya Sholat tidak perlu.

Kita tahu ibadah Sholat itu sudah diwajibkan oleh Allah jauh sebelum Mekkah ataupun Nabi Muhammad lahir kedunia ini ... semua Nabi dan Rasul bahkan umat mereka masing-masing sudah mendapatkan perintah Sholat ini, jadi sholat bukan merupakan ibadah yang berhubungan dengan kondisi Mekkah atau Madinah semata.


Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat ; dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (Qs. 20 thaahaa: 132)

Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. (Qs. 2 al-Baqarah : 43)

Jagalah dirimu dari hari dimana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikitpun dan hari tidak diterima permintaan maaf serta tidak ada tebusan baginya dan tidaklah mereka akan ditolong (Qs. 2 al-Baqarah : 48)


al-Quran secara tegas menyatakan bahwa Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya [Lihat surah 21 al-anbiya ayat 73 dan surah 19 Maryam ayat 55], kepada Nabi Syu’aib [Lihat surah 11 Huud ayat 87], kepada Nabi Musa [Lihat surah 20 Thaahaa ayat 14] dan kepada Nabi Isa al-Masih [Lihat surah 19 Maryam ayat 31]. Pernyataan al-Qur’an tersebut dibenarkan juga oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah para Nabi sebelum Muhammad yaitu ada berdiri, ruku dan sujud yang jika dirangkai maka menjadi Sholat seperti Sholatnya umat Islam (silahkan merujuk pada Kitab Keluaran 34:8, Kitab Mazmur 95:6, Kitab Yosua 5:14, Kitab I Raja-raja 18:42, Kitab Bilangan 20:6, Lukas 22:41, Markus 14:35).


Dari kenyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa Sholat sudah menjadi suatu tradisi dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah sepanjang jaman, sebagaimana firman-Nya :


Sebagai ketentuan Allah yang telah berlaku sejak dahulu, Kamu sekalipun tidak akan menemukan perubahan Bagi ketentuan ALLAH itu (Qs. 48 al-fath: 23)


Adapun ayat-ayat al-Quran yang dimanipulasi pengertiannya oleh golongan ini salah satunya mengenai ayat :


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Qs. 4 an-Nisaa' :43)


Maksud ayat diatas menurut mereka adalah mabuk bukan berarti kita habis minum alkohol atau mabuk berkendaraan , tapi bingung dalam menjalani hidup ini, maksud mengerti apa yang kita ucapkan adalah, sudah mengerti penjabaran surat al-fatihah (karena induk kitab atau rangkuman 113 surat), maksud dalam keadaan junub, bukan berarti kita belum wudhu tapi masih berada dibawah hukum manusia (artinya kita masih kotor atau najis dihadapan Allah), Mandi maksudnya pada saat kita sudah bersih dari kemusyrikan sudah berada dibawah hukum-hukum Allah.

Secara historis latar belakang turunnya ayat dan secara tekstual ayat saja pemahaman yang demikian sudah bertentangan, belum lagi bila disepadankan dengan apa yang seharusnya kita pahami artinya :


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat dalam keadaan lupa ingatan (mabuk) sampai kamu sadar (mengerti) apa yang kamu katakan ... (Qs. 4 an-Nisaa’ 43)


Pertama ayat ini konteksnya berbicara mengenai sholat, dan kita dilarang melakukan sholat adalah apabila kondisi kita saat itu sedang dalam keadaan lupa ingatan. Lupa ingatan disini bisa berarti mabuk, bisa berarti gila atau sejenisnya yang intinya kita tidak bisa berpikir dan berbicara secara jelas. Sebab bila pikiran kacau balau bagaikan orang yang sedang mabuk, maka sholat justru dilarang baginya sebab pasti logikanya akan menjadi percuma saja, dia tidak akan mengetahui dan mengerti apa yang dia baca itu, bisa saja justru dia memaki dirinya sendiri atau malah juga memaki Tuhan dalam sholat tersebut.

Makanya Nabi pesan, kalau kita mengantuk padahal belum sholat, ya tidurlah dulu baru sholat, kalau kita lapar, makanlah dulu baru sholat ... rujukannya itu ya ini, bukan mengenai system atau keadaan disekitar kita yang carut marut.

Dengan demikian, maka Sholat merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar atau dielakkan dengan alasan apapun juga, sebab itu merupakan salah satu ibadah yang sudah ditentukan waktunya.


Sesungguhnya, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (Qs. 29 al-ankabut : 45)


Ritualitas sholat dinyatakan didalam al-Qur’an pada ayat tersebut sebagai suatu sarana atau wadah untuk mengontrol perbuatan negatif yang seringkali mendominasi diri manusia. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dengan Tuhan secara vertikal maka diharapkan secara horisontalpun manusia mampu berbuat baik kepada sesamanya bahkan lebih jauh kepada semua hamba Tuhan diluar dirinya.

Namun fakta dilapangan juga membuktikan bahwa banyak orang Islam yang rajin melakukan sholat namun kelakuan dan sifatnya justru tidak sesuai dengan kehendak Tuhan yang ada pada surah al-Ankabut ayat 45 tadi, betapa banyak orang yang kelihatannya rajin sholat namun tetap bergunjing, melakukan zinah, pelecehan seksual, bahkan bila dia seorang penguasa yang memiliki jabatan akan memanfaatkannya untuk menganiaya orang lain, melakukan penindasan, korupsi bahkan sampai pada pembunuhan dan peperangan. Inilah contoh manusia yang telah lalai dalam sholat mereka.


Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat Yaitu orang-orang yang melalaikan sholatnya (Qs. 107 al-maa’uun : 4-5)


Bila sudah seperti ini, maka kita patut memperhatikan firman Allah yang lain :


Luruskan mukamu di setiap sholat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada (Nya - Qs. 7 al-a’raaf 29)


Dari ayat tersebut, Allah hendak menyampaikan kepada manusia bahwa sholat itu memerlukan sikap lahir dan batin yang saling berkolerasi atau berhubungan. Meluruskan muka adalah memantapkan seluruh gerakan anggota tubuh dan menyesuaikannya dengan konsentrasi jiwa menghadap sang Maha Pencipta alam semesta. Disaat mulut membaca al-Fatihah, hati harus mengikutinya dengan sebisa mungkin memahami secara luas arti al-Fatihah sementara pikiran berkonsentrasi dengan gerak mulut dan hati, inilah keseimbangan yang di-istilahkan dengan khusuk dalam ayat berikut :


Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, Yaitu orang-orang yang khusuk dalam sholatnya (Qs. 23 al-mu’minuun : 1-2)


Jadi, khusuk adalah suatu perbuatan yang menyeimbangkan gerak lahir dan batin, sehingga terciptalah suatu konsistensi ketika ia diterapkan dalam kehidupan nyata, sesuai dengan komitmen yang dilafaskan dalam do’a iftitah :


Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Qs. 6 Al-An'am:162)


Dalam artikel saya berjudul "Bolehkah Belajar Ilmu Ghaib" sudah saya singgung pula bahwa Sholat harus dilakukan dengan konsentrasi ataupun pemusatan pikiran sebagai upaya menjalin komunikasi dengan Allah sang Pencipta. Semakin bagus tingkat konsentrasi yang dilakukan maka akan semakin cepat pula terjadinya komunikasi dua arah antara seorang muslim dengan Tuhannya.

Dengan demikian, melalui ilmu telepati juga kita bisa menjawab kenapa banyak orang yang dalam sholatnya selalu berdoa namun sedikit sekali doanya tersebut yang diterima oleh Allah. Kita tidak sungguh-sungguh berkonsentrasi mengalirkan pikiran kepada-Nya, dalam sholat kita bahkan masih terikat dengan lingkungan, ingat sendal yang hilang, pekerjaan menumpuk dan sebagainya; semua ini menimbulkan banyaknya getaran yang menuju dirinya sendiri dan menghalangi keluarnya getaran pikiran yang seharusnya terpancar keluar menuju Allah.

Jikapun ada yang masih bisa menerobos keluar maka gelombangnya sudah lebih lemah dan tidak memungkinkan sampai pada tujuan.; analogi telepon seluler merupakan permisalan yang sangat mudah untuk dijabarkan dalam hal ini, dimana agar bisa terjadi hubungan komunikasi dua arah maka baik sipenelepon maupun sipenerima harus berada dalam coverage area dimana sinyal-sinyal yang diberikan bisa saling menangkap. Satu saja dari keduanya memiliki pancaran lemah maka hubungan komunikasi bisa dipastikan tidak dapat berjalan lancar.

Akhirnya sholat merupakan ritualitas multi dimensi yang semuanya mengarah kepada sipelakunya sendiri agar mendapat kebaikan, baik dalam hal mengontrol diri ketika masih hidup didunia maupun menjadi amal yang membantu saat penghisaban dihari kiamat kelak.


Lalu siapakah yang lebih baik agamanya selain orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang diapun mengerjakan kebaikan ? (Qs. 4 an-Nisaa': 125)


Sekali lagi, bila ada orang yang menyatakan bahwa saat ini adalah saat dimana hukum-hukum Islam belum perlu diberlakukan termasuk ritual-ritual ibadahnya (sholat, puasa, haji) maka ingkarilah orang dan kelompok ini, mereka akan menyesatkan dari jalan kebenaran.; Dahulu sewaktu jaman kekhalifahan Ali bin Abu Thalib, dunia juga penuh kekacauan, fitnah merajalela, angkaramurka dimana-mana, kemunafikan menyebar disetiap penjuru, pertumpahan darah terjadi oleh orang-orang yang tidak suka tegaknya daulah Islamiah ditangan ahli bait Rasul. Tetapi, Imam Ali, selaku otoritas pemerintahan tertinggi umat Islam, sebagai Amirul Mukminin tidak menyerukan berhentinya sholat, berhentinya puasa, berhentinya berhaji.; Manakala ada sekelompok kaum Khawarij mencemoohnya karena mereka menganggap Imam Ali sebagai orang yang telah berbuat dosa besar dan jatuh pada kekafiran sampai ia bertobat dari dosanya itu karena Imam Ali serta kaum Muslim yang masih bersamanya mau menerima tahkim ( perdamaian dengan musuh-musuh Allah yang berlindung dibalik kedok perdamaian seperti dalam kasus perang dengan Muawiyah ), cemoohoan itu dilakukan secara demonstratif, mereka mengganggu Imam Ali pada saat beliau mengucapkan pidato dengan meneriakkan semboyan " La Hukma Illa Lillah" ( Tiada hukum kecuali bagi Allah). Dengan teriakan itu mereka ingin menunjukkan bahwa hanya putusan Allah yang perlu ditaati, bukannya putusan kedua penengah dalam tahkim. ; Sejarah kemudian mencatat najwa kaum Khawarij tidak mau tunduk kepada pemerintahan manapun, baik yang dipimpin Ali maupun Muawiyah yang sama-sama mereka anggap kafir.

Berikut tanggapan Imam Ali kepada semboyan mereka :
Sungguh itu adalah kalimat haqq, namun dimaksudkan untuk sesuatu yang batil !
Memang benar, " La Hukma Illa Lillah " ( Tiada hukum kecuali bagi Allah ).
Namun orang-orang itu bermaksud mengatakan : Tiada kepemimpinan kecuali bagi Allah.

Padahal masyarakat harus punya seorang pemimpin, apakah ia seorang yang baik ataupun yang jahat.

Dibawah kepemimpinannya seorang Mukmin melaksanakan tugasnya dan seorang kafir menikmati hidupnya sementara Allah Swt mencukupkan ajal segala sesuatu.

Penghasilan uang negara dikumpulkan, musuh-musuh diperangi, jalan-jalan diamankan dan hak si lemah diambil kembali dari si kuat, sehingga orang yang baik akan hidup tentram dan yang jahat dapat dicegah kejahatannya.

( Diambil dari sub-bab : Ucapan Imam Ali R.a ketika mendengar teriakan-teriakan Kaum Khawarij : La Hukma Illa Lillah, Halaman 83, Mutiara Nahjul Balaghah
Wacana dan surat-surat Imam Ali R.a, dengan pengantar Muhammad Abduh, Terbitan Mizan Cetakan VII Mei 1999 ).

Gerakan kaum Khawarij dan semboyan yang mereka dengungkan pada masa khilafah Imam Ali bin Abu Thalib r.a itu, saat ini secara perlahan dan sembunyi-sembunyi kembali muncul dengan wajah baru dan dikenal dengan gerakan al-Qiyadah al-Islamiah, mereka menolak pemerintahan yang ada dengan dalih bahwa pemerintahan ini merupakan pemerintahan yang musryk dan kafir sebab tidak menjalankan hukum-hukum Allah secara kaffah, mengabdi kepada mereka adalah mengabdi kepada syetan, mereka menggembor-gemborkan untuk meninggalkan kepemimpinan manusia dan kembali kepada kepemimpinan Allah ( melalui diri mereka yang mereka anggap sebagai utusan Tuhan kepada bangsa ini, merekalah Rasul maupun al-Mahdi yang dibangkitkan alias al-Masih al-Mau'ud ).

Saya menyebut gerakan ini adalah neo khawarij, dan jika sejarah kembali terulang, maka selain neo khawarij tentu akan ada neo umayyah lambang orang-orang yang haus kekuasaan, orang-orang yang menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan mereka sebagaimana ini dahulu pernah dilakukan oleh dinasti Muawiyah.; Dan menyikapi ini semua, maka saya akan berada pada posisi Ahli Bait Rasul, posisinya Imam Ali dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan segala konsekwensi dan kebijakan serta cara pandangnya.

Pada halaman 84 dibuku yang sama, masih mengenai kaum Khawarij ini, Imam Ali berkata :
Jangan kalian membunuh kaum khawarij sepeninggalku, sebab tidaklah sama antara orang-orang yang mencari kebenaran lalu terluput darinya dengan orang-orang yang mencari kebatilan lalu memperolehnya.

Artinya menurut sang Imam, walaupun kaum Khawarij telah sesat dengan mengkafirkan dan memeranginya, namun kesesatan mereka bersumber pada suatu keyakinan yang tertanam kuat dalam hati mereka, sedemikian sehingga mereka menganggap pembangkangan terhadap kekuasaan beliau sebagai suatu kewajiban agama.; Dengan demikian, mereka itu sebenarnya mencari kebenaran kendati akhirnya terlempar darinya. Mereka bisa ditumpas apabila telah menimbulkan perbuatan buruk, merusak, membunuh serta hal-hal lain diluar syarit yang ada didalam Islam sebagaimana inipun akhirnya ditempuh oleh Imam Ali bin Abu Thalib.

Saya ingat, dahulu tepatnya tanggal 18 Maret 2006 lalu, Sahmuddin yang sekarang saya berani mengindikasikan sebagai bagian dari jemaah al-Qiyadah al-Islamiah/Qur'an suci atau juga al-Masih al-Mau'ud pernah mengajukan pertanyaan di Milis Myquran@googlegroups.com, isi pertanyaannya waktu itu begini :

Siapa yang layak menjadi pemimpin manusia? Siapa yang layak menjadi presiden manusia? Siapa yang layak jadi Raja manusia? Sipa yang layak jadi gubernur? Siapa yang layak jadi Bupati, Siapa yang layak jadi lurah? Siapa yang layak jadi camat? Siapa yang layak jadi, menteri? Siapa yang layak jadi jendral? Dan lain-lain. Siapa yang layak jadi sembahan manusia? Siapa Tuhan (pemimpin) saudari? Siapa Raja saudari? Siapa sembahan Saudari? Hati-hati ketika menjawabnya. Mohon dijawab sekiranya saudari bisa menjawabnya.

Dan jawaban saya waktu itu, kurang lebih sama seperti jawaban Imam Ali :

Apa yang anda katakan diatas benar ... tetapi fakta bahwa secara geografis hidup manusia ini berada dalam ruang lingkup kewilayahan yang berbeda satu dengan lainnya, dan manusia tidak bisa hidup bebas suka-suka tanpa ada aturan main dalam berkehidupan ... benar Allah adalah pemimpin kita, presiden kita ... tetapi secara realita ... perlu dibentuk sebuah sistem dengan kepemimpinan tertentu diantara sesama manusia itu sendiri ... inilah yang diajarkan dalam Sholat, ada Imam dan ada makmum. Perlu ada aturan yang mengatur agar masing-masing orang yang hidup dan tinggal dalam komunitas berbeda-beda itu bisa saling hormat-menghormati, menebarkan damai dan asas manfaat lainnya.

Karenanya ya saya katakan kitapun tidak salah memilih presiden manusia, camat manusia, menteri manusia ... mereka bagian dari ulil amri yang dipercaya untuk mengatur urusan umat (baik secara individu dan sentimen keagamaan atapun secara massal lintas agama dan budaya).

Memang pemerintahan kita belum sepenuhnya bisa mengaplikasikan hukum-hukum ilahiah secara kaffah, tetapi marilah kita duduk bersama membenahi pemerintahan tersebut secara bertahap, tidak mudah untuk merubah sesuatu yang sudah mapan, namun paling tidak kita sudah bisa sedikit berbangga dengan mulai dimasukkannya beberapa syariat Islam didalam hukum-hukum kenegaraan di Indonesia, misalnya mulai dari hukum perkawinan Islam kedalam UU perkawinan negara yang meskipun sempat menuai pro dan kontra pada masa lalu tetapi toh berhasil di-gol kan, atau dengan diakuinya serta dibebaskannya pemberlakuan hukum-hukum Islam untuk wilayah NAD, begitupula rancangan anti porno aksi dan pornografi yang cepat atau lambat segera pula disyahkan ditengah gelombang pro dan kontranya dan sebagainya.

Dalam merubah paradigma serta tabiat jahat bin jahiliah dari manusia, pasti diperlukan waktu yang tidak singkat, even seorang Rasul sekelas Nabi Muhammad pun membutuhkan rentang waktu 20 tahunan lebih ditambah oleh tahun-tahun kepemimpinan dimasa Umar bin Khatab untuk membentuk sebuah masyarakat yang madani sesuai peraturan ilahiah. Dan kita, mungkin perlu dua kali atau tiga kalinya dari masa-masa tersebut.

Saya hanya menyeru, mari kita contoh pula bagaimana sikap Imam Hasan bin Ali cucunda Rasul yang bersedia berdamai dengan pihak kufar Muawiyah bin Abu Sofyan yang haus kekuasaan selama keselamatan dan hak-hak kaum Muslimin terjaga meski masih dalam batas-batas tertentu. Akan ada saatnya kelak kita mencontoh sikap Imam Husien bin Ali yang juga cucunda Rasul ketika mengangkat senjata untuk memerangi kemungkaran Yazid bin Muawiyah meski tubuh harus berkalang tanah.

Tetapi selama kita masih bisa menggunakan jalan-jalan damai, cara-cara yang arif untuk menyelesaikan permasalahan bangsa, maka mari kita tempuh cara itu, demi menghindari jatuhnya korban dari anak-anak, wanita dan orang-orang kecil seperti sikap Imam Ali dan puteranya Hasan.


Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Qs. 49 al-Hujuraat :13)


Bagi anda yang merasa pemahamannya berbeda dengan saya dalam hal ini, silahkan mengkritisi apa yang saya sampaikan ini, saya siap berdiskusi dengan siapapun anda sebagai pembelajaran juga bagi para sahabat yang lain agar semakin terbuka dan jelas mana yang benar dan mana yang salah atau disalah pahamkan.

Kompas Menghina Nabi Muhammad

“Tulisan Guntur Romli, aktivis Jaringan Iblis Liberal (JIL) di koran KOMPAS (Komando Pastur), Sabtu 1 September 2007, berjudul Muhammad dan Kaum Cerdik Pandai Kristen hal. 43 (Rubrik Bentara) mengatakan: ‘Kenabian Muhammad disiapkan oleh kaum Kristen. Khadijah adalah Santo Kristen.’ Pandangan Guntur merusak keimanan, menghina kema’shuman Rasulullah dan kesucian sayyidah Khadidjah ra. Karenanya, JIL harus dibubarkan, Guntur harus ditangkap, darahnya halal. Mohon fatwa, Allahu Akbar.”

UNTAIAN kalimat bernada marah di atas adalah sms (short messages services) yang dikirim pembaca Risalah Mujahidin ke handphone Pimpinan Umum Risalah Mujahidin, Irfan S. Awwas, 3 September 2007, pukul 21:11:57. Isi sms tersebut kemudian disampaikan kepada konsultan eksekutif Risalah Mujahidin, ustadz Muhammad Thalib, yang langsung memerintahkan untuk mencari koran KOMPAS dimaksud. .......

Ruwatan dan Do'a Antar Agama, Merusak Agama

Terus terang ketika ada berita bahwa Presiden Abdurrahman Wahid akan diruwat, saya langsung teringat zaman PKI (Partai Komunis Indonesia) sebelum peristiwa pemberontakan G30S/PKI 1965. Karena setahu saya adanya ruwatan itu hanya di daerah-daerah PKI atau kalangan orang abangan (Islam tak shalat) di Jawa. Sedang desa-desa yang masyarakatnya Islam tidak pernah melaksanakan ruwatan. Meskipun tidak otomatis ruwatan itu identik dengan PKI, namun timbul pertanyaan, apakah Gus Dur mewarisi ajaran ruwatan itu dari gurunya, Ibu Rubiyah yang memang Gerwani/PKI perempuan? Wallahu a'lam. (Tentang guru Gus Dur di antaranya orang Gerwani itu lihat buku “Bahaya Pemikirian Gus Dur II, Menyakiti Hati Umat”, Pustaka Al-Kautsar, 2000).

Ruwatan itu sendiri tidak terdengar di masyarakat sejak dilarangnya PKI tahun 1965. Namun mulai terdengar lagi sejak 1990-an, setelah dukun-dukun berani muncul terang-terangan bahkan praktek di mall-mall atau pusat-pusat perbelanjaan dan membuat paguyuban yang mereka sebut PPI (Paguyuban Paranormal Indonesia).

Konon anggota paguyuban "wali syetan" (istilah hadits Nabi Muhammad SAW untuk dukun) itu 60.000 dukun. Meskipun demikian, istilah ruwatan tidak begitu terdengar luas, dan baru sangat terdengar ketika ada khabar bahwa Gus Dur, Presiden Indonesia ke-4 yang bekas ketua umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, satu organisasi yang berdiri sejak zaman Belanda 1926) akan diruwat, dan kemudian dia benar-benar hadir dalam acara ruwatan di UGM (Universitas Gajah Mada) Yogya,18/8 2000.

Apa itu ruwatan?

Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan yang diyakini sebagai membuang sial yang disebut sukerto alias penderitaan. Istilah ruwatan, artinya membebaskan ancaman dari marabahaya yang datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak raja para dewa yakni Batoro Guru. Batoro Kolo adalah raksasa buruk jelmaan dari mani Batoro Guru yang berceceran di laut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma belum siap.

Karena Batoro Guru gagal mengendalikan diri "dengan sang waktu" (kolo) maka mani yang tercecer di laut dan menjadi raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia. Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu. Seperti kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan.

Juga yang lahir dalam keadaan ontang-anting (tunggal), kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran (pria, wanita, pria), pendowo limo (5 anak pria semua). Dll. (Lihat AM Saefuddin, “Ruwatan dalam Perspektif Islam”, Harian Terbit, Jum'at 11 Agustus 2000, hal 6).

Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan daricerita wayang. Padahal, cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo. Konon Durno diartikan mundur-mundur keno/kena, jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia. Hanya saja anak yang lahir dari kuda ini diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia. Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnya juga hanya seperti nilai cerita yang dari segi mutunya saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi. Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/anak yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dsb.

Adapun Ruwatan yang dilakukan di depan Gedung Balairung Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Jum'at malam 18/8 2000 itu dihadiri Presiden Abdurrahman Wahid didampingi isterinya Ny Nuriyah dan putri sulungnya Alissa Qatrunnada Munawaroh. Selain itu tampak hadir pula Kapolri Jenderal Rusdihardjo (belakangan, 3 bulan kemudian Rusdihardjo dipecat dari jabatannya sebagai Kapolri oleh Gus Dur, konon karena ada berita bocor yang menyebutkan hasil penyidikan kasus Bruneigate yang diduga menyangkut Presiden Gus Dur), Rektor UGMIchlasul Amal, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sri Edi Swasono, dan Frans Seda.

Ruwatan itu dilaksanakan terhadap 11 orang akademisi disebut ruwatan bangsa, penyelenggaraannya diketuai Mayjen (purnawirawan) Hariyadi Darmawan. Mereka yang diruwat itu adalah Prof. Sayogya, Prof Kunto Wibisono, Dr Hariadi Darmawan, Tjuk Sukiadi, Prof Sri Edi Swasono, Ny Mubyarto, Bambang Ismawan, Nanik Zaenudin, Ken Sularto, Amir Sidharta, dan Wirawanto.

Sebelas orang yang diruwat itu bersarung putih. Kumis dan jenggotnya dicukur bersih, kemudian tubuhnya disiram dengan air kembang. (lihat Rakyat Merdeka, 19/8 2000).

Sementara itu di luar Gedung UGM telah berlangsung demonstrasi mahasiswa yang menentang ruwatan tersebut.

Itulah acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara seperti itu dan wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan pujian itu, dan lupa memangsa. Di UGM itu wayangan dengan lakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh dalang Ki Timbul Hadiprayitno.

Kemusyrikan

Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai kepercayaan, itu sudah langsung haram apabila bukan termasuk dalam Islam.

Adat yang boleh contohnya blangkon (tutup kepala) untuk orang Jawa. Itu tidak dilarang dalam Islam. Tetapi kemben, pakaian wanita yang hanya sampai dada bawah leher, itu haram, karena tidak menutup aurat. Tetapi kalau dilengkapi dengan kerudung, menutup seluruh tubuh dan juga menutup rambut kepala, maka tidak haram lagi, jadi boleh. Hanya saja namanya bukan kembenan lagi

Adat yang boleh, seperti blangkon tersebut pun, kalau di samping sebagai adat masih pula diyakini bahwa akan terkena bahaya apabila tidak memakai blangkon (yang kaitannya dengan kekuatan ghaib) maka sudah menyangkut keyakinan/ kepercayaan, hingga hukumnya dilarang atau haram, karena tidak sesuai dengan Islam. Keyakinan yang dibolehkan hanyalah yang diajarkan oleh Islam.

Demikian pula ruwatan, sekalipun ada yang mengatakan bahwa itu merupakan adat, namun karena menyangkut hal ghaib, berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka jelas merupakan keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.

Sedang keyakinan adanya bala' akibat kondisi dilahirkannya seseorang itupun sudah merupakan pelanggaran dalam hal keyakinan, yang dalam Islam terhitung syirik, menyekutukan Allah SWT, sedang orangnya disebut musyrik, pelaku durhaka terbesar dosanya. Tidak ada dalil yang menunjukkan benarnya keyakinan itu, namun justru ketegasan bahwa meyakini nasib sial dengan alamat-alamat seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik, menyekutukan Allah SWT; dosa terbesar.

Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.

Abu Dawud meriwayatkan hadits marfu' dari Ibnu Mas'ud ra: "At-thiyarotu syirkun, at-thiyarotu syirkun wamaa minnaa illa, walaakinnallooha yudzhibuhu bittawakkuli."

"Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya." (Hadits Riwayat Abu Daud).

Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih, dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas'ud. (Lihat Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi, terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan I, 1416H/ 1995, halaman 150).

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu 'Amr bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik." Para sahabat bertanya: "Lalu apakah sebagai tebusannya?" Beliau menjawab: "Supaya mengucapkan: Allahumma laa khoiro illaa khoiruka walaa thoiro illaa thoiruka walaa ilaaha ghoiruka.”

Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tiada sembahan yang haq selain Engkau." (HR Ahmad). (Syaikh Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid, hal 151).

Sedangkan meminta perlindungan kepada Betoro Kolo agar tidak dimangsa dengan upacara ruwatan dan wayangan itu termasuk kemusyrikan yang dilarang dalam Al-Qur'an:

"Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik)." (Yunus/ 10:106).

Dhalim di ayat ini diartikan musyrik, karena kemusyrikan itu adalah sebesar-besar kedhaliman. (Lihat Al-Ustadz Dr Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Wajiiz, Darul Fikr, Dimasyq -Suriyah, cetakan I, 1415H, halaman 221)

“Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya..." ( Yunus: 107).

Setelah kita membicarakan tentang ruwatan ,maka sebelum kita membicarakan tentang do'a antar agama perlu kita tengok bagaimana keadaan masyarakat Indonesia dalam hal kepercayaan mereka mengenai hal-hal yang menyangkut kemusyrikan. Berikut ini kita simak berita singkatnya:

Hasil Riset: Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Percaya Jimat dan Perdukunan

Riset dan survey tentang Akhlaq (Moral) Iman kepada Tuhan versus Kepercayaan kepada Kekuasaan Ghaib selain Tuhan, dilakukan oleh Yayasan Nusantara, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial, ekonomi dan pendidikan rakyat. Hasilnya disimpulkan bahwa bangsa Indonesia memang mengalami permasalahan yang sangat mendasar yaitu terjerumus dalam immoralitas.

Survei dilakukan pada 20 Juni hingga 20 Juli 2000, dengan melibatkan 500 responden yang dipilih acak dari seluruh Indonesia melalui telepon. Salahsatu temuan dari hasil survei itu adalah 100 persen anak bangsa Indonesia sesungguhnya anak bangsa yang religius dan mengikuti suatu ajaran agama tertentu.

Dari survei terlihat bahwa responden memang percaya kepada hal-hal yang bersifat gaib. Tercatat sebagian besar responden yaitu 64 persen mengaku percaya dan mempunyai hubungan atau pernah punya hubungan dengan praktek perdukunan, santet, klenik, pelet atau susuk. Sedangkan yang tak pernah punya hubungan dengan hal-hak demikian sebanyak 21,6 persen,

Dan yang percaya namun tidak mau telibat dalam praktek tersebut mencapai 14,4 persen.

Yang memprihatinkan lagi, sebagian besar dari responden nyatanya sangat percaya dengan perdukunan, pergi ke kubur-kubur dan tempat yang dikeramatkan, ke peramal dan meyakini kebenaran horoskop.

Sebanyak 50,2 persen dari 500 responden mengaku bahwa hal-hal demikian mereka jadikan landasan berfikir, bertindak dan menentukan sikap dalam kegiatan sehari-hari.
Responden yang juga percaya dan yakin namun tidak memiliki keinginan untuk terlibat sebagai pelaku sebanyak 4,8 persen
Sedangkan yang sama sekali tidak percaya dengan hal-hal demikian sebanyak 45 persen.

Dari survei ini juga terungkap bahwa masyarakat Indonesia sangat mempercayai jimat atau benda yang disakralkan. Dari 500 responden sebanyak 63 persen menyatakan percaya bahwa jimat-jimat atau benda-benda yang disakralkan lainnya benar-benar memiliki khasiat kegaiban dan manfaat tertentu.

Sedangkan yang ragu mencapai 5,8 persen.
Yang tidak percaya sebanyak 33,6 persen.

Dari penjelasan survei di atas terlihat bahwa masyarakat Indonesia memang mulai kehilangan kepercayaan dan semakin jauh dari Tuhan. Yang muncul justru sifat syirik dengan menjadikan jimat-jimat sebagai 'Tuhan". Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim yang sesungguhnya merupakan bangsa religius. (mag). (Republika, Jum'at 4 Agustus 2000, halaman 16).

Demikianlah gambaran masyarakat Indonesia secara sekilas mengenai kepercayaan yang menyangkut kemusyrikan. Selanjutnya mari kita bahas tentang do'a antar agama.

Do'a Antar Agama Merusak Agama

Di samping ada ruwatan, ada pula gejala "baru" berupa acara do'a bersama antar berbagai agama dan keyakinan. Bahkan ada upacara "Indonesia Berdoa" yang diselenggarakan di Senayan Jakarta, Agustus 2000, terdiri dari berbagai macam agama, diprakarsai oleh KH Hasyim Muzadi ketua umum PBNU. Sebelum ada upacara "Indonesia Berdo'a" antar berbagai agama dan keyakinan, sudah dikenal umum bahwa Dr Said Aqiel Siradj dari NU (Nahdlatul Ulama) dan Istri Gusdur (Siti Nuriyah) melakukan do'a bersama orang-orang dari bermacam-macam agama itu.

Bolehkah itu dilakukan menurut syari'at Islam, mari kita kaji.

Pengertian dan fungsi do'a

Do'a adalah permintaan hamba kepada Allah SWT, dan itu merupakan suatu ibadah. Allah SWT berfirman:

"Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku niscaya akan Kukabulkan bagimu." (QS 40 Al-Mu'min: 60).

Penegasan Nabi SAW, do'a itu ibadah:

"Ad-Du'aau huwal 'ibaadatu," tsumma qoola: Qoola Robbukum "Ud'uunii astajib lakum".

"Do'a itu ialah ibadah," kemudian Nabi SAW membaca firman Allah: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagimu." (HR Abu Dawud).

Adab berdo'a

Ada ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Nabi SAW yang memberikan tuntunan adab berdo'a.

1. Merendahkan diri dan bersuara lembut. Allah SWT berfirman:

"Serulah Tuhan kamu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut, karena sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas." (QS Al-A'raaf: 55).

Allah SWT memuji hamba-Nya, Nabi Zakaria, dengan firman-Nya:

“Tatkala ia berdo'a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut." (QS 19 Maryam: 3).

2. Menghindari bersuara keras dalam berdzikir dan berdo'a.

"Ayyuhan naasu irba'uu 'alaa anfusikum fainnakum laa tad'uuna ashomma walaa ghooiban innakum tad'uuna samii'an qoriiban wahuwa ma'akum."

"Wahai ummat manusia, kasihanilah dirimu dan rendahkanlah suaramu, kamu tidak menyeru Tuhan yang tuli atau yang gaib (jauh), sesungguhnya kamu menyeru Tuhan yang Pendengar, dekat, dan Dia menyertai kamu." (Hadits Muttafaq 'alaih). (Tentang Dia menyertai kamu, itu baca buku ini pada bab yang membahas "ma'iyah Allah", kebesertaan Allah, yang maknanya Allah bersemayam di atas 'arsy, menyertai kita namun bukan berarti Dia berada di bumi).

3. Disertai iman dan amal shaleh

"Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan Dia mengabulkan (do'a) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang shalih dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.Dan orang-orang yang kafir, bagi mereka adzab yang sangat keras." (QS 42 As-Syuura: 25, 26).

4. Makanan, minuman, dan pakaiannya dari hasil yang halal.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu'min dengan apa-apa yang diperintahkan oleh para rasul. Maka Dia berfirman: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mukminuun: 51).

Dan Dia berfirman: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik, yang Kami berikan kepadamu. (Al-Baqarah: 172).

Kemudian Nabi menyebutkan seorang laki-laki yang telah berkelana jauh dengan rambutnya yang kusut masai dan pakaian yang penuh debu, ia menengadahkan tangannya ke langit sambil berdo'a; Ya Allah, Ya Allah, sedang makanannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan dibesarkan dengan makanan haram, bagaimana Allah mengabulkan do'anya itu? (HR Muslim nomor 2301).

5. Keyakinannya tanpa ragu.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

"Laa yaquulanna ahadukum: Alloohummaghfir lii in syi'ta, Alloohummarhamnii in syi'ta, liya'zamal mas'alata fainnahu laa mukriha lahu."

"Janganlah salah seorang dari kamu mengatakan: "Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendaki, ya Allah rahmatilah aku jika Engkau menghendaki", tetapi hendaklah berkeinginan kuat dalam permohonannya itu karena sesungguhnya Allah tiada sesuatu pun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu." (HR Abu Daud).

6. Tidak membangkit-bangkit (bahasa Jawa: mengundat-undat) Allah ketika do'a belum terkabul.

Rasulullah saw bersabda:

"Yustajaabu li ahadikum maalam yu'ajjil yaquulu: qod da'autu Robbii falam yastajib lii."

"Do'a seseorang akan dikabulkan (oleh Allah) selama orang itu tidak tergesa-gesa (ingin dikabulkan), yaitu dengan mengatakan: "Saya telah berdo'a tetapi do'a itu belum juga dikabulkan Tuhan untukku"." (Muttafaq 'alaih).

7. Jangan mendo'akan jelek kepada diri sendiri, anak-anak, dan harta, sekalipun sedang marah, karena Rasulullah saw mengkhawatirkan do'a itu bertepatan dengan waktu Allah menerima atau mengabulkan do'a dari hambaNya. Nabi saw bersabda:

"Laa tad'uu 'alaa anfusikum walaa tad'uu 'alaa aulaadikum, walaa tad'uu 'alaa amwaalikum, laa tuwaafiquu minalloohi sa-'atan yas'alu fiihaa 'ithooan fayastajiibu lakum."

"Janganlah kamu mendo'akan buruk (celaka dsb, pen) terhadap dirimu, jangan kamu mendo'akan buruk terhadap anak-anakmu, dan jangan kamu mendo'akan buruk terhadap harta bendamu! Jangan sampai nanti do'amu itu bertepatan dengan suatu saat dimana Allah sedang memenuhi permohonan, hingga do'a burukmu itu benar-benar terkabul." (HR Muslim).

Masalah do'a antar agama

Dalam Al-Quran dan Hadits, do'a bersama antara mu'minin (Nabi dan ummat Islam) di satu pihak, dan Ahli Kitab ataupun musyrikin di lain pihak; justru merupakan do'a ancaman, saling melaknat untuk adu kebenaran, yang disebut mubahalah.

Mubahalah ialah masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat, berdo'a kepada Allah dengan bersungguh-sungguh agar Allah menjatuhkan la'nat kepada pihak yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW. (Al-Quran dan Tafsirnya, Depag RI, juz 1 hal 628).

Perintah do'a itu kalau ditujukan kepada Ahli Kitab justru berupa ancaman, bahkan mubahalah.

Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar." (QS 62 Al-Jumu'ah: 6).

"Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa setelah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta."(tm) (QS 3 Ali Imran: 61).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, suruhan Allah kepada Yahudi agar minta mati di Surat Al-Jumu'ah 62, Al-Baqarah 94, itu juga mubahalah; kalau memang orang Yahudi itu menganggap (diri mereka berada) dalam hidayah Allah, sedang Muhammad itu dianggap dalam kesesatan, maka mintakan mati atas yang sesat dari kedua golongan itu, kalau memang Yahudi menganggap diri mereka benar. Ternyata Yahudi tak berani.

Demikian pula ancaman terhadap orang-orang musyrik di Surat Maryam ayat 75, agar musyrikin bermubahalah dengan Nabi SAW sekeluarganya.

Dari Ibnu Abbas: Abu Jahal la'natullah berkata, bila aku melihat Muhammad di sisi Ka'bah pasti sungguh aku datangi dia sehingga aku injak lehernya. Ibnu Abbas berkata, bersabda Rasulullah SAW:

"Kalau ia (Abu Jahal) berbuat, pasti malaikat akan mengambilnya (mengadzabnya) terang-terangan, dan seandainya orang-orang Yahudi mengharapkan mati pasti mereka mati dan mereka melihat tempat-tempat mereka berupa neraka." Dan seandainya mereka yang (ditantang) bermubahalah dengan Rasulullah SAW itu keluar, pasti mereka pulang (dalam keadaan) tidak menemukan keluarganya dan tidak pula hartanya. (HR Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dan An-Nasai, Tafsir Ibnu Katsir 4: hal 438).

Kesimpulan

Do'a bersama antara Ummat Islam dan kaum ahli kitab, kafirin/musyrikin yang dibolehkan hanyalah mubahalah, saling melaknat bagi yang dusta. Sudah jelas, do'a adalah ibadah. Sedang dalam kaidah, ibadah itu tidak dibolehkan kecuali kalau ada contoh dari Nabi SAW atau ada dalil yang membolehkannya. Dalam hal do'a bersama antara Muslimin dan non Muslim, adanya hanyalah tentang mubahalah. Jadi, kalau mau diadakan do'a bersama antara umat Islam dan non Muslim, seharusnya yang sifatnya seperti itu, yakni mubahalah, sesuai aturan Al-Quran dan Hadits.

Adapun orang yang mengadakan (terutama yang memprakarsai) do'a bersama antara Muslim dan non Muslim seperti yang terjadi sekarang, berarti dia membuat syari'at baru, sekaligus melanggar aturan syari'ah yang sudah ada, dan itulah perusak agama. Sedang penyelenggaraan ruwatan adalah mengadakan kemusyrikan, dosa terbesar. Itu bukannya membuang sial tetapi justru mendatangkan adzab, baik di dunia maupun di akherat. Wallahu a'lam bis shawaab.

Aneka Madharat Kemunkaran & Ashobiyah

Aneka Madharat Kemunkaran & Ashobiyah



أليس منكم رجل رشيد.

“Alaisa minkum rojulun rasyiid?”

“Tidak adakah di antara kamu sekalian itu seorang laki-laki yang berakal?”

Demikianlah keluhan Nabi Luth ‘alaihis salam (dalam Al-Qur’an Surat Huud/ 11: 78) terhadap kaumnya yang tidak tahu diri, yang mendatangi rumah Nabi Luth dengan maksud ingin menghomo seks tamu-tamu Nabi Luth. Padahal sebenarnya tamu-tamu itu adalah para malaikat yang mengabarkan akan datangnya adzab Allah SWT terhadap kaum Nabi Luth as. Karena kaum itu menantang aturan Allah SWT dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji yaitu liwath atau homoseks atau sodomi.

Sejak dulu memang mereka mengerjakan perbuatan keji dan sangat dicela oleh tabi’at manusia yang wajar, dicela oleh syari’at-syari’at dan agama. Yaitu mereka suka mengadakan homoseksual, mengadakan hubungan kelamin sesama lelaki tidak dengan wanita, dan mereka secara terang-terangan mengadakan berbagai kemunkaran di balai pertemuan mereka, seperti diterangkan dalam firman Allah, yang artinya: “Apakah sesungguhnya patut kalian mendatangi laki-laki, menyamun/ membegal, dan kalian mengerjakan kemunkaran di tempat-tempat pertemuan kalian?” (QS Al-’Ankabuut/ 29: 29).

Adzab yang ditimpakan kepada kaum yang jahat itu dijelaskan oleh Allah SWT:

“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dzalim.” (terjemah QS Huud/ 11:82-83).

Menurut firman Allah dalam Surat Az-Zariyaat, batu-batu itu adalah tanah liat yang terbakar sehingga menjadi batu yang diberi tanda oleh Allah Ta’ala dengan nama orang-orang yang akan ditimpanya, dan batu-batu itu dijatuhkan di tempat-tempat yang sering dilalui orang musyrik Quraisy yang dzalim, ketika mereka berdagang ke negeri Syam, supaya menjadi peringatan bagi mereka agar jangan memusuhi Muhammad saw, supaya jangan ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nabi Luth as yang ingkar kepada Nabinya. Memang tempat-tempat itu sering dilalui oleh mereka (musyrikin Quraisy) bila mereka berdagang di musim panas ke negeri Syam seperti diterangkan dalam firman Allah, yang artinya:

“Dan sesungguhnya kamu (wahai penduduk Makkah) akan melalui bekas-bekas mereka di waktu pagi.” (As-Shaffat/ 37: 137).

Peristiwa adzab yang sangat mengerikan atas kaum yang lakonnya jahat (di samping menyembah berhala, mengingkari ajaran-ajaran Nabinya, masih pula berhomoseks, menyamun/ membegal, dan berbuat kekejian di tempat-tempat perkumpulan mereka) itu agar menjadi pelajaran nyata bagi para penentang seperti musyrikin Makkah dan manusia pada umumnya.

Kejahatan memojokkan orang baik-baik

Lakon jahat, brutal, bahkan keji, ketika dilakukan beramai-ramai dan tanpa tedeng aling-aling, tanpa malu-malu lagi, maka menjadikan orang-orang yang baik jadi sangat terpojok posisinya, bahkan sangat dipermalukan. Bagaimana malunya Nabi Luth yang kedatangan tamu, tahu-tahu “diserbu” oleh kaumnya yang jahat-jahat itu dan akan memperkosa tamu-tamunya itu dengan ingin menyodominya. Hingga keluar kata-kata:

أليس منكم رجل رشيد.

“Alaisa minkum rojulun rasyiid?”

Tidak adakah di antara kalian itu seorang laki-laki yang berakal?

Ungkapan Nabi Luth as ini adalah ungkapan yang pas, ketika keadaan sangat memuncak, ketika menghadapi keadaan yang sangat memuakkan, brengsek, tak tahu diri, tak tahu aturan, dan tidak ada keuntungan yang akan didapatkan.

Mungkin orang bisa melontarkan kata-kata yang sama, misalnya di suatu desa mengalami kondisi yang sangat memuakkan. Warga desa itu misalnya mengangkat kepala desa yang omongannya sudah dikenal plintat-plintut, esuk dele sore tempe (pagi dia bilang kedelai, tapi di sore hari dia bilang tempe), cengengesan (tanpa peduli aturan), suka cekakakan (tertawa seenaknya tanpa memperhatikan sopan santun), doyanan (serakah terhadap yang bukan haknya, baik harta maupun wanita), seneng mblayang (suka pergi ke sana-sini tanpa tujuan jelas dan manfaat yang pasti), teganan, mentalanan (tidak ada rasa kasih sayang, cuek), kuping budeg moto picek (tidak mau tahu terhadap apa yang diderita atau sangat dibutuhkan masyarakat), mbuh ra weruh (cuek, tak mau tahu urusan yang diperlukan umum), hingga ribuan anak yatim yang tadinya tersantuni oleh lembaga yang menyantuni pun karena lembaganya dibubarkan oleh pemimpin teganan itu maka akhirnya para anak yatim di mana-mana banyak yang terlantar kelaparan. Satu tingkah yang terakhir itu saja (tak mau menyantuni anak yatim bahkan menelantarkannya, dan tak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin) sudah cukup dikecam Al-Qur’an sebagai mendustakan hari qiyamat (yukadzdzibu bid dien). Apalagi disertai keburukan-keburukan lainnya seperti tersebut di atas.

Kalau sampai ada desa yang masyarakatnya mengangkat orang seperti itu jadi pemimpin atau kepala desa, maka pantas sekali ada yang mengeluh di antara mereka: “Apakah sudah tidak ada lelaki yang waras di desa ini?”

Lebih drastis lagi anehnya, ketika kepala desa yang seperti itu kemudian dikeluhi oleh orang-orang yang berpikiran waras dengan mengemukakan pendapat bahwa seharusnya desa ini segera diperbaiki agar aman tentrem kerto raharjo, jangan dibiarkan makin rusak; tahu-tahu justru orang-orang yang menginginkan kebaikan itu dipecundangi oleh wadyabala Ki Lurah. Ada yang rumahnya dicoret-coret oleh wadya bala Ki Lurah dengan aneka kata-kata yang ngawur. Ada yang rumahnya dilempari batu ramai-ramai oleh antek-antek Ki Lurah. Ada yang rumahnya digrebek oleh antek-antek Ki Lurah. Ada yang ditantang oleh antek-antek Ki Lurah dengan aneka sesumbar, ayo majuo, ora nganti sak jam kowe tak rampungi. Iki balaku kabeh dogdeng, ora tedas tapak paluning pande, sisaning gurendo! (Ayo, kalau berani majulah! Tidak sampai satu jam, pasti kamu semua saya habisi. Ini komplotanku semua sakti/ kebal, tidak mempan senjata tajam bikinan tukang pandai besi).

Desa seperti itu keadaannya makin kisruh (tegang dengan konflik). Kalau ada orang menginginkan kebaikan, lalu dituduh macam-macam. Sedangkan kalau Ki Lurah dibiarkan saja, tidak dibilangi agar menuju kepada kebaikan, maka makin jauh arahnya ke arah tidak nggenah (tidak keruan).

“Apakah di antara kalian tidak ada lelaki satupun yang punya pikiran waras?”

Ditanya seperti itu, jawabannya lebih gila lagi, sebagaimana jawaban kaum Nabi Luth as yang dikisahkan dalam Al-Qur’an:

“Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (maksudnya, mereka tidak punya syahwat terhadap wanita, tetapi terhadap sesama lelaki) terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.” (QS Huud/ 11:79).

Seolah-olah orang-orang itu memukul balik, kamu dari semula kan sudah tahu. Kami-kami ini kan keadaan dan kemauan kami seperti ini. Kami ini tidak ada kemauan seperti apa yang kamu inginkan itu. Tapi kami punya gaya dan kebiasaan serta selera tersendiri yang kamu semua sudah tahu. Bukankah kamu sudah tahu tentang diri kami yang seperti ini. Kenapa kamu masih menginginkan kami untuk mengikuti aturanmu. Ora sudi aku yen kok atur-atur. (Aku tak mau menggubris kalau kamu atur dengan aturan-aturanmu). Tetapi kalau itu sesuai dengan keserakahanku dan doyananku maka apapun ya saya datengi, sekalipun ngisin-isini (memalukan) dan melanggar pernatan (syari’at dan aturan). Misalnya berunding dengan orang yang terpidana, atau glenikan (khalwat) dengan isteri orang, atau meng-ghibah Muslimin di pertemuan orang-orang kafir. Nah, itu kesenangan kami, dah.

Memang, tidak gampang menghadapi orang-orang yang sebenarnya jahat, tetapi mereka tidak mengakui bahwa diri mereka itu jahat. Padahal, kejahatan mereka itu sudah bertumpuk-tumpuk, tumpang tindih, menggunung, dan memalukan.

Jenis kejahatan mereka

Dalam Al-Qur’an, mereka kaum Nabi Luth as itu dijelaskan, kejahatan yang nyata adalah:

1. Menentang kebenaran.

2. Melakukan perbuatan keji.

3. Menyamun, yaitu membegal atau merampok orang di perjalanan, barang-barang musafir dirampok, sedang orangnya dibunuh.

4. Perkataan mereka di perkumpulan-perkumpulan sangat menjijikkan. Diriwayatkan dari Ummu Hani’ bin Abi Thalib yang menanyakan kepada Rasulullah arti ayat: “Kamu berbuat munkar di tempat perkumpulan”. Beliau menjelaskan, bahwa perkataan tersebut berarti mereka senang duduk-duduk sambil ngobrol di pinggir jalan. Kalau ada seseorang lewat, segera mereka menuduh yang bukan-bukan serta mengejek dan menghinanya.[1]

Penyimpangan-penyimpangannya begitu berat dan nyata, namun mereka tidak merasa bersalah, bahkan menentang keras orang yang menunjukinya.

Adakah kesamaan dengan sikap kaum Nabi Luth?

Menyimak kisah itu, kita mendapatkan kesan bahwa kaum Nabi Luth as yang membangkang itu benar-benar keterlaluan. Namun, ketika kita menengok kembali ke kondisi desa yang kita gambarkan di sini yaitu mengangkat Ki Lurah yang sifat-sifatnya cuekan dan seenak udelnya sendiri, disertai dengan antek-anteknya yang fanatiknya kepada Ki Lurah bersifat mbuh ra weruh (membabi buta), agaknya kita perlu merenung.

Apakah ada kesamaan antara gambaran warga desa tersebut dengan sikap buruk kaum Nabi Luth as itu?

Dalam daftar kejahatan kaum Nabi Luth as ada 4 kejahatan, seperti tersebut di atas. Mari kita runtut, kejahatan itu dilakukan pula oleh warga desa (gambaran) tersebut atau tidak.

Pertama, menentang aturan yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Kaum Nabi Luth as jelas-jelas menentang aturan agama. Sementara itu, warga desa yang dipimpin Ki Lurah, terutama para antek Ki Lurah itu mengandalkan ilmu kebal, entah pakai sihir, jimat, atau bantuan jin. Itu salah satu bentuk kemusyrikan, penentangan paling besar terhadap Allah SWT, hingga merupakan salah satu bentuk dosa terbesar. Jadi ada unsur kesamaan antara dua jenis orang (kaum Nabi Luth as dan muqollid fanatik Ki Lurah desa, hanya saja kalau kaum Nabi Luth as itu nabinya jelas baik, beda sama sekali dengan Ki Lurah), walau kadar dan jenis penentangan kaum itu terhadap aturan Allah dan Rasul-Nya tampak berbeda dengan fanatikus Ki Lurah.

Mengenai kebiasaan buruk antek-antek Ki Lurah berupa ilmu kebal, sihir, santet, perdukunan, khurofat, takhayul dan bid’ah itu adalah pelanggaran-pelanggaran aqidah yang sangat besar dosanya.

Larangan sihir.
Nabi saw bersabda:

إجتنبوا السبع الموبقات. قالوا: يا رسول الله وما هي؟ قال: الشرك بالله، والسحر، وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق، وأكل مال اليتيم، وأكل الربا، والتولي يوم الزحف، وقذف المحصنات المؤمنات الغافلات.

“Ijtanibus sab’al muubiqoot. Qooluu: Yaa Rasuulalloohi wamaa hiya? Qoola:As-syirku billaahi, was-sihru, wa qotlun nafsillatii harromalloohu illaa bil haqqi, wa aklu maalil yatiimi, wa aklur ribaa, wat-tawallii yaumaz zahfi, wa qodzful muhshonaatil mu’minaatil ghoofilaati”.

“Jauhilah tujuh dosa besar yang merusak. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apakah tujuh dosa besar yang merusak itu? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang oleh Allah diharamkan kecuali karena hak, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari peperangan, menuduh (berzina) terhadap perempuan baik-baik yang terjaga lagi beriman.”[2]

من نفث في عقدة فقد سحر، ومن سحر فقد أشرك.

“Man nafatsa fii ‘uqdatin faqod saharo, waman saharo faqod asyroka.”

“Barangsiapa meniup simpul (suatu ikatan yang biasa ditiup dalam bersihir) maka sungguh ia telah bersihir. Dan barangsiapa bersihir maka sungguh ia telah syirik/ menyekutukan Allah.”[3]

Larangan bertanya dan mempercayai tukang ramal dan tukang sihir ataupun dukun.

Nabi Saw bersabda:

من أتى عرافا أو ساحرا أو كاهنا فسأله فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد ص م.

“Man ataa ‘arroofan au saahiron au kaahinan fasa’alahu fashoddaqohuu bimaa yaquulu faqod kafaro bimaa unzila ‘alaa Muhammadin shallalloohu ‘alaihi wasallama.”

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal, atau tukang sihir, atau tukang tenung/ dukun lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya dan percaya terhadap apa yang dikatakannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.” [4]

Larangan pakai ilmu kebal, jimat, tangkal:

Uqbah bin Amir meriwayatkan bahwa ada sepuluh orang berkendaraan datang ke Rasulullah saw. Yang sembilan dibai’at, tetapi yang satu ditahan. Mereka bertanya: Kenapa dia? Lalu Nabi saw menjawab: Sesungguhnya di lengannya ada tamimah (jimat/ tangkal)! Lalu laki-laki itu memotong jimatnya/ tangkalnya, maka ia dibai’at oleh Rasulullah saw kemudian beliau bersabda:

من علق فقد أشرك.

“Man ‘allaqo faqod asyroka”

“Barangsiapa menggantungkan (tangkal/ jimat) maka sungguh ia telah syirik.”[5]

Larangan memakai aji-aji:

وعن عمران بن حصين أن رسول الله ص م أبصر على عضد رجل حلقة أراه قال من صفر، فقال: ويحك ما هذه؟ فقال: من الواهنة. قال: أما إنها لا تزيدك إلا وهنا. إنبذها عنك فإنك لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا.
“Wa ‘an ‘Imran bin Hushain anna Rasuulalloohi saw abshoro ‘alaa ‘adhudi rojulin halaqotan aroohu qoola min shofarin, faqoola: “Waihaka maa hadzihi? Faqoola: Minal waahinah. Qoola: Ammaa innahaa laa taziiduka illaa wahnan. Inbidzhaa ‘anka fainnaka lau mutta wahiya ‘alaika maa aflahta abadan.”

Diriwayatkan dari Imran bin Hushain, sesungguhnya Rasulullah saw pernah melihat di lengan seorang lelaki ada gelang --yang saya lihat ia katakan dari (besi) kuningan-- maka beliau berkata: “Celaka kamu, apa ini? Lalu ia menjawab: Ini adalah termasuk wahinah (aji-aji untuk melemahkan orang lain). Maka beliau berkata: Adapun barang ini tidak akan menambahi kamu selain kelemahan; karena itu buanglah dia. Sebab kalau kamu mati sedang wahinah (aji-aji) itu masih ada pada kamu, maka kamu tidak akan bahagia selamanya.” [6]

Larangan tathoyyur/ klenik:

Tathoyyur yaitu mempercayai adanya kesialan dikaitkan dengan alamat-alamat seperti suara burung, tempat, waktu, orang atau anggota badan yang bergera-gerak/ kedutan dan sebagainya. Dianggapnya suara burung, hari-hari tertentu dan sebagainya itu sebagai alamat sial. Itu dikenal dengan istilah klenik, yaitu hitung-hitungan hari, alamat-alamat dari suara burung, barang jatuh, rumah menghadap ke arah ini atau di tanah itu dan sebagainya dipercayai sebagai pertanda sial ataupun keberuntungan.

Rasulullah saw bersabda:

ليس منا من تطير أو تطير له أو تكهن أو تكهن له أو سحر أو سحر له.

“Laisa minnaa man tathoyyaro aw tuthuyyiro lahu aw takahhana aw tukuhhina lahu, aw saharo aw suhiro lahu.”

Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang bertathoyyur (merasa sial akibat suara burung dsb dikaitkan dengan klenik) atau minta diramalkan sial untuknya, atau berdukun/ menenung atau minta ditenungkan, atau mensihir atau minta disihirkan.”[7] Kedua, kaum Nabi Luth as melakukan kekejian, yaitu homoseks. Sementara itu muqollid Ki Lurah desa? Ada yang mememperdaya wanita dengan dalih dinikahi, tapi hanya dipakai semalam, dan dengan cara pernikahan yang tidak sesuai dengan syari’at sama sekali. (Anehnya, ketika ada pengkritik Ki Lurah menulis bahwa muqollid Ki Lurah yang terkenal dengan skandal seksnya jadi provokator, tahu-tahu si skandal seks berteriak, saya tidak pernah jadi provokator. Teriakannya itu justru sama dengan mengumumkan diri bahwa dirinya memang si skandal seks. Lha dalah!). Ada yang mengaku jelas-jelasan akrab dengan artis-artis, yaitu jenis perempuian-perempuan yang tak bisa menjaga diri untuk tidak ikhthilat (bergaul campur aduk antara lelaki perempuan), dan kalau pergaulan sang muqollid Ki Lurah dengan artis-artis itu dipersoalkan orang justru ia sesumbar akan menyantetnya, tanpa mau tahu, dosa atau tidak. Ada yang blayangan dan blusak-blusuk (keluar masuk) ke daerah hitam, kemudian ketika mati malah dipuji-puji oleh Ki Lurah (waktu itu belum jadi lurah) bahwa lakon rekannya, Gus Anu yang dikenal sebagai penyelenggara sima’an Al-Qur’an namun suka nenggak bir dan blusak-blusuk serta akrab banget dengan wanita-wanita (istilahnya ayam-ayam) di daerah hitam itu merupakan lakon pergaulan “da’wah” (?) yang cukup baik. Pujian itu ditulis secara khusus di koran katolik terkemuka di halaman paling depan lima tahunan yang lalu. Pantas saja dia memuji, orang lakon si pemuji itu sendiri kemudian (setelah beberapa tahun berselang) kini kondang kaloko (masyhur) menjijikkannya, dengan bukti-bukti yang tidak pernah ia bantah. Maka pantaslah kalau dia sempat-sempatnya memuji-muji lakon rekannya yang menjijikkan tersebut sebagai pertanda ungkapan belasungkawa atas kematiannya, lewat koran kelompok non Islam yang dikenal sering sekali memberitakan apa saja tentang calon Ki Lurah ini, mungkin hanya kentutnya saja yang belum diberitakan. Tetapi misalnya tokoh ini mengalami koma, lalu bisa kentut, maka besar kemungkinan diberitakan pula, sebagaimana orang Bandung yang koma berhari-hari ternyata kentutnya diberitakan besar-besar di koran, 15 tahun lalu, karena dianggap pertanda siuman.

Meskipun demikian, tetap harus dibedakan, bahwa lakon buruk yang jenis ini bukan merata di kalangan pendukung Ki Lurah. Hanya orang-orang tertentu yang memang sifatnya doyanan saja. Jadi tidak bisa digebyah uyah (dipukul rata). Hanya anehnya, ketika ada tokoh-tokoh mereka yang lakonnya buruk seperti itu mereka diam saja, bahkan sebagian ada yang cenderung membela-bela dengan aneka dalih. Kadang-kadang dalihnya adalah: “Beliau itu wali, maka tidak seperti kita.” Itu satu pemahaman sangat salah, dan merupakan persoalan yang harus diberantas tuntas sampai seakar-akarnya.

Ketiga, menyamun, membegal, merampok, ngecu, nggedor. Barangkali dalam hal ini agak berbeda. Tingkah kaum Nabi Luth as memang vulgar, kasar, dan benar-benar tampak sekali jahatnya. Sedang antek-antek Ki Lurah desa tidak sejahat itu tampaknya. Hanya saja memang kadang-kadang ada yang doyanan juga. Tentu saja tidak semuanya. Tetapi bukti-bukti menunjukkan. Misalnya, dulu sekitar 40 tahun lalu kelompok Ki Lurah desa diberi beberapa bidang tanah oleh seorang gubernur Islam, Syamsurijal namanya. Teman yang berseberangan dengan kelompok Ki Lurah juga diberi tanah. Sama. Kenyataannya, teman yang berseberangan itu menggunakan tanah pemberian gubernur itu jadi rumah sakit Islam, Universitas Islam di Cempaka Putih Jakarta, dan satu lagi masjid dan yayasan pesantren Islam terkemuka di Kebayoran Baru Jakarta yang memiliki sekolah Islam unggulan bahkan punya cabang-cabang di kota-kota besar dan daerah-daerah. Meskipun banyak juga kekurangannya, misalnya murid-murid atau kini mungkin mahasiswinya (karena sudah punya universitas baru) tidak diwajibkan memakai pakaian muslimah, dibiarkan pakai pakaian kafir, dan itu merupakan salah satu dosa para pengurusnya tentu saja, namun dalam pembicaraan ini ada bukti nyata kesungguhan mereka dalam memanfaatkan tanah pemberian itu untuk kepentingan ummat. Tetapi, tanah-tanah yang diterima oleh kelompok Ki Lurah itu sekarang tidak ada ambunya (baunya). Apakah dimakan oleh orang yang sekarang sudah dimakan tanah atau jadi apa, wallahu a’lam.

Barangkali ya mudah saja dikilahi. Misalnya dengan kata-kata: Orang diberi, ya terserah saja. Mau dimakan kek, mau dijadikan ini atau itu kek, tidak ada soal. Dan kenapa situ yang sewot dan nyinyir? Orang yang memberi saja tidak mempersoalkan. Situ saja yang kurang kerjaan, hanya sukanya mengorek-ngorek borok orang. Dosa itu namanya, tahu?!

Kilah semacam itu bisa dimaklumi pula. Namun bukan begitu persoalannya. Semua itu ada pertanggung jawabannya. Amanat itu harus dipertanggung jawabkan. Sekalipun yang memberi tidak mempermasalahkan, namun anjing saja akan berterimakasih kepada tuannya yang memberi makan. Apalagi dalam kasus ini, yang satu bisa menggunakan tanah itu untuk pusat-pusat kegiatan Islami, yang manfaatnya tampak nyata. Sedang yang lain sama sekali tidak ada khabarnya, padahal kalau dilihat dari segi braoknya (kerasnya ngomong) ya cukup braok lah. Jadi dalam segala hal, pertanggungan jawab itu sangat penting. Apalagi masalah amanat yang harus dipertanggung jawabkan di depan ummat. Itu masalahnya. Jadi pengungkitan ini sekadar mengingatkan, ada hal-hal yang perlu dipertanggung jawabkan, di samping mengingatkan pula bahwa keadaannya seperti itu tingkat mutunya (baca: ketidak mutuannya). Dan ini bukan berarti membela yang satu. Buktinya, mereka tidak memberlakukan pakaian muslimah, saya semprot juga. Syukur-syukur mereka berubah, dan agak jeli sedikit terhadap aliran-aliran yang menyimpang, tidak asal tampung seperti yang lalu-lalu. Tetapi terakhir, Oktober 2000, ada kegiatan yang bagus di Yayasan Pesantren Islam di Kebayoran Baru Jakarta itu, yang menghabisi aliran-aliran sempalan dalam sebuah seminar yang banyak mendapat perhatian jama’ahnya. Syukurlah. Di saat maraknya aliran sesat di masa kepemimpinan Gus Dur sekarang ini masih ada kepedulian dari sebagian lembaga Islam yang peduli untuk memberantas aliran-aliran sesat, agar ummat tidak terseret arus kesesatan mereka. Mudah-mudahan pemberantasan aliran sesat itu dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis.

Keempat, perkataan dan perbuatannya di tempat-tempat perkumpulan mereka sangat menjijikkan.

Kasus ini, kaum Nabi Luth as suka ngumpul-ngumpul di pinggir jalan, menggoda dan mengejek orang lewat, dan menuduh yang bukan-bukan. Kalau kelompok Ki Lurah ya cukup sesekali berkumpul untuk ronda menjaga kompleks pelacuran. Atau pemudanya tidak sedikit yang jadi centeng (tukang pukul) ketika orang lain lagi sibuk merayakan hari raya kekafiran mereka di rumah-rumah sesembahan mereka. Tidak tahulah. Berapa jumlahnya pemuda dari kelompok Ki Lurah yang mereka masih mencadangkan diri untuk jadi centeng di gereja-gereja pada tahun 2000. Khabarnya juga masih ada yang demikian, hanya saja beritanya tidak begitu menonjol, karena yang menonjol adalah berita adanya letusan bom di gereja-gereja di berbagai kota pada malam natal 2000. Di antaranya di Jakarta, Bandung, Mojokerto Jawa Timur, Mataram Nusa Tenggara Barat, dan Medan. Ada juga korban jiwa dan yang luka-luka. Saat tulisan ini dibuat, belum ada khabar jelas tentang siapa para pelaku pemboman secara serempak sekitar pukul 21 malam di berbagai kota itu, sebagaimana kasus-kasus bom sebelumnya, tak pernah terungkap tuntas. Hanya ada pernyataan dari pihak kepolisian bahwa diduga para pelakunya terorganisir rapi.

Adapun mengenai kelompok pemuda yang mengaku dirinya Muslim dan pernah ramai-ramai jadi centreng gereja, sampai pada peristiwa meledaknya bom di gereja-gereja itu belum ada larangan dari kelompok mereka untuk jadi centeng gereja. Mungkin bagi yang ingin jadi centeng berkilah, hitung-hitung cari obyekan untuk lebaran Idul Fitri tahun 1421H/ 2000M yang waktunya 27 Desember 2000M hanya beda dua hari dengan perayaan kafirin itu.

Berita tentang jadi centeng atau bahkan peindung dari tempat-tempat tertentu, memang sering terdengar. Misalnya, dalam hal kemunkaran lain berupa sekadar kumpul-kumpul dan konon jadi semacam pelindung (?) peredaran VCD-VCD yang isinya menjijikkan menurut aturan agama. Makanya ketika ada kasus pembakaran VCD di Kota -Jakarta, lalu ada berita bahwa kasus itu akibat adanya semacam perebutan lahan antar “para pelindung”. Atau mereka sekadar kumpul-kumpul dengan musuh-musuh Islam untuk ngrasani/ ghibah kejelekan orang Islam yang dianggap berseberangan dengan kelompoknya. Atau kumpul-kumpul di kuburan untuk melakukan kemusyrikan, bid’ah, khurofat dan aneka pelanggaran aqidah yang menjadi kegemaran kelompok mereka, dan kalau dibilangi malah lebih galakan mereka suaranya.

Tak semua begitu

Apakah tidak ada seorang lelakipun di antara kalian yang berakal cerdas?

Jawabnya, ada. Sebagian dari kelompok Ki Lurah itu juga ada yang sangat menentang kebrengsekan-kebrengsekan Ki Lurah dan antek-anteknya. Ada yang sampai berpayah-payah untuk menegakkan kebenaran bahwa acara do’a bersama antara Muslim dan kafirin itu haram. Jangan sampai ikut-ikutan acara yang diada-adakan oleh antek-antek Ki Lurah yang merusak aqidah itu. Contohnya, itu Kiai Basori Alwi dari Malang yang alumni Makkah itu benar-benar sungguh-sungguh menentang acara do’a bersama Muslim dan kafir. Bukan hanya pidato, khutbah, dan ceramah, tetapi juga menulis makalah, dan wawancara-wawancara dengan kiai-kiai Jawa Timur. Benar. Itu dilakukan pula oleh sebagian kelompok Ki Lurah. Jadi, kelompok Ki Lurah itu ada yang getol mengadakan acara bid’ah kubro berupa do’a bersama antara Muslimin dan kafirin, tapi ada juga yang sangat keras menentangnya.

Ki Lurah juga tahu bahwa tidak semua kaumnya itu menyetujui apa-apa yang dia canangkan. Masih banyak juga yang berpikiran jernih, dan tidak mau ikut-ikutan ngedan. Akibatnya, justru Ki Lurah makin menjelaskan jati dirinya yang mendua. Ketika Ki Lurah mendengar bahwa antek-anteknya mengamuk, mencoret-coret rumah orang, menggropyok orang, main keras-kerasan, main ancam dan sebagainya dengan tujuan membela mati-matian terhadap Ki Lurah, lalu Ki Lurah teriak: Jangan begitu! Itu tidak humanis, eh tidak Islami! Tetapi, sambungan kata Ki Lurah, berlawanan dengan apa yang baru saja meluncur dari mulutnya itu, yaitu kurang lebih: Meskipun demikian, dari sisi lain saya bisa memahami kemarahan antek-antekku itu! Karena niat orang-orang yang meledekku itu memang jahat!

Kalimat mendua dan sikap pemberhalaan

Lha dalah... Ngomong dua kalimat saja, yang satu ngalor yang satu ngidul. Itulah kebiasaan buruk Ki Lurah yang tak sembuh-sembuh, dan warga desa justru disuruh memahaminya, sedang antek-anteknya justru meniru-nirunya, dan menganggapnya sebagai sabdo pandito ratu yang harus ditaati dan diamalkan.

Maka keesokan harinya, antek Ki Lurah di lain tempat yang tadinya belum sempat melempari rumah rivalnya, langsung bertandang beramai-ramai mau menimpuki rumah rivalnya. Bahkan sampai merepotkan polisi. Sudah pada gede-gede kok mau berantem hanya demi membela Ki Lurah yang ucapannya mencla-mencle. Gara-gara ada sekelompok orang yang berparodi menirukan gaya mencla-menclenya Ki Lurah, maka antek-antek Ki Lurah mengamuk di mana-mana. Mestinya tidak usah mengamuk. Balas saja dengan menirukan gaya tokoh yang mereka sebali. Seperti kata Parni Hadi yang orang Jawa Timur namun berseberangan juga dengan sebagian orang Jatim itu, biar terjadi lomba parodi. Kan rame. Gitu aja kok marah. Sampai mencak-mencak, agar kelompok yang oknumnya ada yang berparodi ria itu dibubarkan saja organisasinya. Gampang amat. Sedangkan kompleks pelacuran yang jelas-jelas melanggar aturan Tuhan, aturan negara, dan bahkan aturan kesopanan manusia saja tidak mereka usulkan agar dibubarkan, malah tempo-tempo mereka (antek Ki Lurah) jaga, kok hanya ada oknum tertentu yang meniru-niru gaya Ki Lurah, lalu antek-antek Ki Lurah sesewot itu. Ungkapan saya ini bukan berarti membenarkan berlangsungnya pelacuran, tetapi maksud kalimat ini adalah: Mengecam sekerasnya terhadap sikap mereka yang sebegitu antagonis. Terhadap yang seharusnya mesti diberantas (pelacuran) malah mereka jagai dan pertahankan, namun terhadap yang tak seberapa pelanggarannya (kalau dibanding kemaksiatan yang dilokalisir) malah mereka hajar habis-habisan. Sikap seperti itu sudah mengarah kepada pemberhalaan terhadap Ki Lurah, sekaligus mengecilkan nilai-nilai sakral agama yang harus dijunjung tinggi. Memberantas pelacuran adalah wajib, tetapi justru mereka bela kelangsungannya. Sebaliknya, mereka justru mengaku tersinggung berat ketika “berhalanya” ditirukan orang gayanya.

Barangkali memang cara berfikir sebagian antek-antek Ki Lurah itu sudah berada di luar jalur keumuman manusia. Contohnya, ada 3 mahasiswa dari PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, satu organisasi di lingkungan NU/ Nahdlatul Ulama), salah satu pergerakan di bawah organisasi kelompok Ki Lurah, yang hanya pakai cawet (celana dalam pembungkus itu barang), mereka beraksi di Gedung DPR/MPR. Lalu ketiga pemuda yang berbugil ria hanya pakai cawet itu mengguyurkan cat merah dan hitam ke sekujur tubuhnya, lalu berguling-guling di lantai selama 20 menit. Hingga lantai yang seringkali dipel itu menjadi belepotan cat. Setelah mereka selesai mempertontonkan lakon yang tujuannya untuk mendukung Ki Lurah dengan model tak tahu malu, mengumbar aurat dan bertingkah aneh seperti itu pada 9/11 2000, lalu mereka duduk-duduk dan nglepus merokok. (Lihat Koran Warta Kota, 10/11 2000). Itu lakon apa sebenarnya. Sulit dicerna akal. Padahal, di dalam Islam, berbuat yang mubah (boleh dilakukan) saja kalau tak ada guna bagi dirinya maka lebih baik ditinggalkan. Lha kok ini mengadakan dukungan kepada bossnya dalam bentuk yang melanggar kesopanan sama sekali, dan tak masuk akal, serta menunjukkan kekonyolan yang menjijikkan dan merugikan umum, karena Gedung DPR/MPR itu tempat umum. Sedangkan mahasiswa mestinya lebih mengedepankan otak daripada kekonyolan.

Kenapa ketidak mutuan kelompok Ki Lurah ditonjol-tonjolkan di tulisan ini? Mungkin ada yang protes demikian, dengan dalih: Ini namanya mencari-cari kesalahan. Bukankah kelompok lain juga banyak sekali yang salah dan konyol, dan bahkan merugikan?

Pertanyaan itu seolah bagus. Tetapi perlu diingat, kaitan dalam persoalan ini adalah kepemimpinan yang dinilai tidak efektif, tidak terasa manfaatnya, bahkan hanya pemborosan dana untuk kesenangan plesiran ke mana-mana, ke luar negeri. Sementara itu persoalan yang timbul di masyarakat makin menumpuk, makin ruwet, makin semrawut; tetapi tidak dibenahi. Jadi, kepemimpinan Ki Lurah seakan menambah masalah, masih ditambah dengan masalah-masalah yang diperbuat oleh pendukung-pendukung fanatiknya yang tak kalah serunya dalam menambah masalah. Jadi keadaannya kan hanya menumpuk-numpuk masalah. Bagaimana seorang dokter mau mengobati orang sakit, kalau dokter itu sendiri malahan sumber penyakit, sedang pembela-pembelanya pun orang-orang yang berpenyakit?

Tanpa hasil, malah makin parah

Sudah tidak adakah seorang lelaki pun yang punya pikiran cerdas?

Ada. Tetapi karena bukan dari kalangan pendukung Ki Lurah, maka setiap bicaranya kemudian dianggap sebagai ingin menggoyang kedudukan Ki Lurah. Padahal, sudah terbukti, selama satu tahun lebih Ki Lurah menduduki jabatan, belum ada hasil yang bisa dianggap sebagai tanda-tanda memecahkan persoalan. Justru persoalan makin menumpuk, makin berat, dan makin tidak keruan. Sementara itu yang makin keblangsak makin banyak. Anak-anak yatim yang makin terlantar dan kelaparan makin banyak.(Apalagi justru Ki Lurah membubarkan lembaga resmi yang mengurusi anak-abak yatim, hingga banyak panti asuhan anak yatim terutama milik Ummat Islam sangat kesulitan dana. Sementara itu dari pihak kafirin ada yang kaya dana, konon dari luar negeri atau dari perusahaan-perusahaan pendukung kafirin. Sehingga, bisa diduga keras, politik Ki Lurah membubarkan lembaga resmi yang mengurusi panti asuhan itu adalah salah satu bentuk pemurtadan, karena pihak kafirin yang aktif mengadakan pemurtadan itu lebih leluasa mengoperasikan dananya terutama untuk kalangan anak-anak yatim. Dengan demikian, Ki Lurah baik sadar ataupun tidak, telah mendukung program pemurtadan itu). Pengemis di bus-bus, di jalan-jalan dan di tempat-tempat umum makin banyak. Kerusuhan, bunuh-bunuhan makin banyak. Tawuran antar pelajar, antar kampung, antar mahasiswa, antar kelompok makin banyak. Kemaksiatan, tayangan-tayangan porno, tempat-tempat maksiat yang menjajakan kekejian dan kemerosotan moral makin menjamur/ banyak, kaset video porno, perjudian, obat-obat terlarang, minuman keras, penyakit kelamin, aborsi/ pengguguran kandungan, penipuan, penjambretan, penyembahan kuburan, nyanyian-nyanyian sholawat ghuluw (kelewat batas), kemusyrikan, perdukunan, aliran-aliran sesat; semuanya makin menjamur, tumbuh dengan subur.

Sebaliknya, masjid-masjid makin sepi jama’ah. Pengajian makin surut, kecuali yang model-model bid’ah mungkin makin bertambah subur. Kemampuan mendalami agama makin berkurang. Orang yang bicara ngawur tentang agama makin banyak. Justru barisan depan paling ngawur adalah Gus Dur pula. Contohnya, MUI (Majelis Ulama Indonesia) memfatwakan haramnya Ajino Moto. Fatwa itu dikeluarkan setelah MUI mengadakan pengujian tentang proses pembuatan bumbu masak Ajino Moto, yang ternyata pembibitan bakteri untuk fermentasi (peragian) Ajino Moto itu memakai lemak babi. Maka MUI memfatwakan, Ajino Moto hukumnya haram. Namun tak lama kemudian, Gus Dur yang jadi presiden RI itu mengatakan bahwa Ajino Moto adalah halal, dan ia katakan urusannya selesai. Keruan saja masyarakat jadi bingung seusai Idul Fitri 1421H / akhir tahun 2000M itu. Sedang kecaman atas kengawuran Gus Dur pun makin ramai. Istilah Jawa mengibaratkan “Wis kebak sundukane” (sudah penuh tusukannya, artinya sudah banyak sekali data-data jeleknya, tinggal terbongkarnya).

Gejala omong ngawur itu makin menjadi-jadi. Sampai-sampai pendukung fanatik Gus Dur, yaitu KH Noer Muhammad Iskandar SQ, (yang pernah heboh karena perkawinan semalam tanpa wali tanpa saksi tempo dulu dengan Dewi Wardah janda almarhum Amir Biki korban penembakan Tanjung Priok 1984) berpidato di Kebumen Jawa Tengah dalam rangka halal bi halal (acara ini sendiri tidak ada tuntunannya dalam Islam) dengan warga NU. Kiai Noer Iskandar itu dikhabarkan menyebut nama Amien Rais (ketua MPR) dan Akbar Tanjung (Ketua DPR) serta kaitannya dengan darah yang halal. Hingga ucapan itu jadi kontroversi. Sebagian orang menafsirkan bahwa darah Amien Rais dan Akbar Tanjung di mata sang kiai dan warga NU sangat halal. (Tabloid Aksi, No 306, 25-31 Januari 2001 hal 12).

Dalam wawancara dengan Tabloid Aksi itu sendiri Noer Iskandar juga tampak berkata ngawur sekali. Saat itu masih terngiang kengawuran Gus Dur yang menghalalkan Ajino Moto yang diharamkan MUI, namun Noer Iskandar justru mengaitkan pembelaan terhadap Gus Dur dengan tiket surga. Berikut ini petikan wawancara yang menunjukkan tiket surga:

Wartawan Tabloid Aksi bertanya:

Kok, Banser sangat antusias sekali membela Gus Dur?

KH Noer Muhammad Iskandar SQ menjawab:

“Itulah saya katakan, orang supaya mengerti, Gus Dur itu simbol ulama. Dalam keyakinan kami, mencintai ulama itu bagian dari tiket surga.” (Tabloid Aksi, 25-31 Januari 2001, hal 12).

Di samping isi ucapan Noer Iskandar itu sangat kontroversial, masih pula ia membuat istilah yang tidak pernah dikenal dalam Islam. Apakah ada istilah “tiket surga” dalam Islam, wahai Pak Kiai? Mana ada ayat atau hadits yang menyebutkan dengan istilah tadkirotul jannah (karcis surga). Lagi pula, untuk mendapatkan “tiket surga” yang diada-adakan oleh Kiai Noer Iskandar itu di antaranya dengan cara “sangat mendukung Gus Dur”. Waduh-waduh... ini Pak Kiai sedang jualan “tiket surga” .... Betapa beraninya, sebagaimana Dajjal juga berani menawarkan surganya untuk mencari pengikut. Padahal sebenarnya justru neraka lah bagian bagi siapa yang mengikuti Dajjal itu.

Pengarahan ke arah yang belum jelas kebenarannya alias ngawur-ngawuran seperti itu, kadang sampai mengorbankan nyawa, yang nilainya kontroversial pula. Sebagaimana pengerahan Banser untuk menjaga gereja-gereja (bahkan pernah pula menjaga tempat pelacuran terbesar di Surabaya, Januari 2000), yang ternyata karena tidak pernah dihentikan oleh para penggede NU, akibatnya Allah peringatkan mereka dengan matinya salah seorang Banser ketika menjaga gereja lantas kena bom. Berikut ini beritanya:

Banser Mati Kena Bom di Gereja Mojokerto
Bom meledak di sekitar 22 gereja di 10 kota se-Indonesia terjadi pada Malam Natal 2000, Ahad malam 24 Desember 2000 sekitar pukul 21.

Menurut Republika, pada waktu itu, secara serentak bom meledak di 22 gereja pada 10 kota. Hampir semuanya adalah gereja Katolik. Chandra Tirta Wijaya (16) yang meninggal Sabtu 6/1 2001 adalah korban ke-20 yang meninggal, termasuk seorang anggota Banser yang demi solidaritas keagamaannya ikut menjaga Gereja Eben Heizer, Mojokerto, Jawa Timur. (Tajuk Republika, “Korban itu pun meninggal”, Senin 8 Januari 2001, halaman 6).

Kota-kota yang dikhabarkan diguncang bom di dekat gereja-gereja adalah Jakarta, Bandung, Medan, Mojokerto, dan Mataram NTB.

Demikianlah. Aneka kengawuran, baik berupa omongan maupun tindakan, makin banyak. Pidato-pidato agama yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah pun makin banyak.

Ki Lurah dan pendukung-pendukungnya harus memikul semua itu untuk mempertanggung jawabkan segala kerusakan di masyarakat yang sudah separah itu. Bagaimanapun, kebobrokan yang sudah sangat parah seperti sekarang ini tidak mungkin bisa dibenahi oleh orang-orang yang sifat dan sepak terjangnya model Ki Lurah dan pendukung-pendukungnya. Sebagaimana tidak mungkin mencuci kain kotor dengan air yang tidak bersih. Justru tambah tidak bersih pula. Lantas, untuk mencuci, apakah kita harus menunggu musim hujan tiba, ketika kain kita kotor semua di waktu kemarau? Apakah harus menunggu tahun tertentu, untuk menjadikan masyarakat ini terbebas dari aneka kotoran itu?

Secara mudah, masyarakat awam pun tahu. Orang yang sakit kencing manis sudah kronis, kalau kakinya luka dan ada tanda-tanda makin membusuk, maka harus segera kaki busuk itu diamputasi atau dipotong. Kalau tidak, maka sekujur tubuh akan busuk semua. Demikian pula, gejala masyarakat ini makin membusuk. Dan faktor yang menjadikan pembusukan itu sudah jelas. Maka, menunggu apalagi, kalau tidak kita potong saja seluruh unsur yang menjadikan pembusukan itu. Apakah kita akan menunggu busuknya sekujur tubuh masyarakat ini semua, baru kita akan berbenah? Sudah terlanjur, nantinya, tidak bisa lagi dibenahi. Itu yang perlu dikhawatirkan.

Apakah tidak ada seorang lelaki pun yang berfikiran sehat di antara kalian?

Mari kita jawab bersama, apakah memang keadaannya sudah seperti itu. Dan mari kita camkan hadits berikut ini:

ليس منا من دعا إلى عصبية ، وليس منا من قاتل على عصبية ، وليس منا من مات على عصبية.

“Laisa minnaa man da’aa ilaa ‘ashobiyyatin, walaisa minnaa man qootala ‘alaa ‘ashobiyyatin.walaisa minnaa man maata ‘alaa ‘ashobiyyatin.”

Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang mengajak kepada ashobiyah (fanatik golongan, suku, bangsa, kelompok dsb, pokoknya selain fanatik Islam). Dan bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang berperang atas dasar ashobiyah. Dan tidak termasuk golongan kami pula, siapa saja yang mati atas dasar ashobiyah.” [8]

Sadarlah wahai para pendukung Ki Lurah. Kalau sampai pada tingkat yang disinyalir oleh hadits tersebut lakon kalian, maka betapa ruginya. Maka mari kita bertobat, dan buanglah berhala itu jauh-jauh. Untuk apa dia.



--------------------------------------------------------------------------------

[1]HR Imam Ahmad, Turmudzi, Thabrani, dan Imam Al-Baihaqy, sebagaimana dikutip dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, 1985/1986, juz 20, hal 465.

[2] (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasaai, dari Abu Hurairah, shahih).

[3] (HR At-Thabrani dengan dua sanad, salah satu dari dua rawi-rawinya terpercaya).

[4] HR Al-Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid.

[5] HR Ahmad dan Al-Hakim, dan lafadh itu bagi Al-Hakim, sedang periwayat-periwayat Ahmad terpercaya.

[6] (HR Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya; dan Ibnu Majah tanpa lafal “buanglah dst...”).

[7] (HR At-Thabrani dari Ibnu Abbas dengan sanad hasan).

[8] (HR Abu Dawud dari Jubair bin Math’am, berderajat hasan, dalam Faidhul Qadir no. 7684).